Bojonegoro dahulu identik
dengan kemiskinan dan kekeringan di musim kemaraunya. Hal ini dikarenakan
kontur tanah Bojonegoro yang identik dengan tanah kapur, tanah kapur merupakan
tanah yang kering dan gersang sulit dalam mencari sumber air. Ini berlawanan
dengan sumber matapencaharian sebagian masyarakat Kabupaten Bojonegoro sebagai
petani.
Beruntung Kabupaten
Bojonegoro oleh Tuhan dianugerahi kekayaan alam yang begitu melimpah berupa
minyak dan gas bumi. Memang secara eksploitasi minyak bumi sudah dimulai sejak
ratusan tahun lalu, ketika masa pendudukan kolonial Belanda, tepatnya di
Kecamatan Kedewan yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Blora, Provinsi
Jawa Tengah. Pengolahan minyak bumi saat itu masih dilakukan dengan cara
tradisional, bahkan hingga kini ratusan sumur minyak bumi di daerah Kecamatan
Kedewan, Malo, dan Kasiman masih dikelola secara tradisional oleh masyarakat
setempat.
Ketika kabar
berhembusnya eksplorasi dan eksploitasi secara modern tahun 2002 harapan besar
masyarakat Kabupaten Bojonegoro akan dahaga dan keluar dari kemiskinan mulai
meningkat. Maklum minyak dan gas bumi yang merupakan salah satu aset yang mahal
dan diperebutkan beberapa kepentingan. Inilah yang menyebabkan betapa
strategisnya minyak bumi yang saat ini masih menjadi sumber energy utama di
dunia.
Memasuki 2016 saat ini
perjalanan eksplorasi dan eksploitasi sudah berjalan hamper 15 tahun lamanya,
kandungan minyak bumi yang diperkirakan mencapai lebih dari 1 milyar barel
menjadikan Kabupaten Bojonegoro dengan Blok Cepu-nya merupakan tempat dengan
kandungan minyak mentah terbesar se Asia Tenggara. Kandungan tersebut masih
berpotensi mengingat ada potensi 1 milyar barel lagi menurut penelitian
perusahaan minyak bumi Amerika Serikat, Exxon Mobile.
Memang saat ini kondisi
infrastruktur di sebagian besar Kabupaten Bojonegoro sudah mulai ada
pembenahan, perbaikan infrastruktur dimulai saat masa pemerintahan Bupati dan
Wakil Bupati Suyoto dan Setyo Hartono. Beberapa jalan desa yang dahulu masih
dikatakan buruk saat ini dengan program pavingisasi-nya, altrernatif perbaikan
jalan desa ini dilakukan karena tanah Bojonegoro yang dikenal dengan tanah
gerak dan gampang rusak ketika terkena banjir.
Perbaikan juga tampak
pula pada infrastruktur di jalan – jalan perkotaan dan jalan – jalan utama,
beberapa jalan utama sudah menggunakan beton untuk konstruksinya supaya lebih
bertahan lama. Begitu juga dengan infrastruktur berupa gedung dan kantor
pemerintahan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat pembenahan mulai
dilakukan dengan mengedepankan pendekatan manusiawi.
Hal menarik pula ketika
Bupati terpilih Suyoto memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk
berkomunikasi secara langsung dengan pemimpinnya melalui forum dialog yang
dilakukan setiap hari Jum’at usai sholat Jum’at. Keluhan masyarakat, kritikan,
maupun masukan kepada pemerintah dengan sabar ditampung dan diserap untuk
dilaksanakan.
Namun dibalik
keberhasilan yang telah dicapai pemerintahan Suyoto dan Setyo Hartono ada banyak
pekerjaan rumah yang masih belum diselesaikan. Menurut data dari survey nasional
Kabupaten Bojonegoro masih menduduk Kabupaten termiskin nomor 9 dari 38
Kabupaten / Kota di Provinsi Jawa Timur. Penilaian ini berdasarkan pada indeks
pembangunan masyarakat yang dihitung dari angka harapan hidup, angka melek
huruf, lama bersekolah, pengeluaran per kapita, indeks harapan hidup, indeks
pendidikan, dan indeks daya beli. Padahal jika mengacu pada anggaran yang
dialokasikan untuk perbelanjaan daerah (APBD), Kabupaten Bojonegoro berada pada
posisi kedua tertinggi se Jawa Timur setelah Kota Surabaya dengan APBD 2016
sebesar 7,893 T. Kabupaten Bojonegoro sendiri dengan alokasi APBD 2016 sejumlah
3,58 T, APBD Kabupaten Bojonegoro jauh dibandingkan daerah – daerah Kabupaten /
Kotamadya yang lainnya, Kabupaten Tuban yang merupakan tetangga Kabupaten
Bojonegoro hanya mengganggarkan APBD sebesar 2,27 T, Kabupaten Lamongan sebesar
2,141 T, Kabupaten Madiun sebesar 1,5 T, Kabupaten Jombang sebesar 2,4 T.
Bahkan anggaran Kabupaten Bojonegoro masih jauh di atas beberapa kota di Jawa
Timur, seperti Kota Malang sebesar, 1,8 T, Kabupaten Malang 3,103 T, Kabupaten
Gresik dengan APBD 3 T, Banyuwangi sebesar 2,504 T, Kabupaten Kediri 2,490 T,
atau Kabupaten Jember sebesar.
Melihat alokasi anggaran
yang sedemikian besar, dengan potensi minyak dan gas bumi yang mencapai
produksi 180 ribu barel catatan menjadi daerah termiskin nomor 9 se Jawa Timur
berdasarkan data Survei Nasional 2013 memang menjadi tanda tanya kemana, dan
bagaimana pemerataan pembangunan sesuai alokasi dari APBD sebelumnya. Namun dibalik
itu anugerah Tuhan berupa kekayaan alam wajib kita kawal bersama, jangan sampai
minyak dan gas bumi yang berada di Kabupaten Bojonegoro ini hanya dinikmati
oleh segelintir orang saja.