Tahun 2013 menjadi tahun yang mungkin
diibaratkan mendidihnya suhu politik di negeri ini. Bagaimana tidak di tiga
bulan pertama fenomena – fenomena politik dibumbui dengan factor hukum begitu
kental menggerus. Jika ibarat sebuah film drama tahun 2013 ini merupakan salah
satu puncak klimaks dari konflik yang terjadi di belantika perpolitikan di
Indonesia.
Mengawali pergantian tahun ke 2013
publik dihebohkan dengan aroma perpecahan di Partai non parlemen yang lolos
klarifikasi peserta Pemilu 2014 Partai Nasdem. Dimana Hary Tanoesudibjo yang
merupakan tokoh sentral di partai berlambang matahari ini mengundurkan diri di
akhir tahun disusul oleh beberapa kader lainnya mulai dari sekjen partai hingga
Ketua DPD Nasdem Jawa Timur. Sontak goyangan politik Bos MNC Grup ini
mengundang banyak Tanya di benak public, apa yang terjadi di internal Partai
Nasdem ini. Di saat peperangan akan segera dimulai mereka justru turun mesin
ketika ditinggal sejumlah tokoh sentralnya.
Tak berapa lama kemudian kembali parpol
peserta Pemilu 2014 PKS menjadi sorotan public ketika Presidennya Lutfi Hasan
Ishaq ditetapkan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) menjadi tersangka kasus
dugaan suap kuota impor daging sapi. PKS yang semula gencar mengusung konsep
kejujuran pun bobol juga. Publik pun heran dan dibuat tak percaya dengan apa
yang selama ini telah dijual oleh PKS. Belum lagi kemungkinan posisi Menteri
Pertanian Suswono yang berasal dari PKS juga rentan terseret di pusaran arus,
serta anak dari Dewan Majelis Tinggi PKS Hilmi Aminnudin Ridwan Hakim.
Beruntung, usai Lutfi Hasan Ishaq memutuskan mundur sebagai Presiden PKS usai
ditetapkan sebagai tersangka, respon cepat langsung diambil oleh Majelis Tinggi
PKS dengan menetapkan Anis Mata yang sebelumnya duduk sebagai Sekjen PKS dan
Wakil Ketua DPR RI sebagai Presiden PKS, otomatis Anis pun memutuskan mundur
sebagai Wakil Ketua DPR RI. Dibawah pimpinan Anis Mata PKS langsung
memprogramkan bersih – bersih besar – besaran untuk menjaga integritas partai.
Bergeser ke bulan 2 Februari dimana
public dibuat geger dengan bocornya draf surat perintah penyidikan Ketua Umum
Partai Demokrat Anas Urbaningrum sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan
gratifikasi suap mobil Toyota Harrier oleh PT Adhi Karya selaku perusahaan
pemenang tender proyek pembangunan sport centre di Desa Hambalang, Kabupaten
Bogor. Sebelum kasus sprindik ini bocor, Ketua Majleis Tinggi Partai Demokrat
Susilo Bambang Yudhoyono telah meminta Anas focus untuk mengurusi urusan
hukumnya meskipun saat itu Anas belum memiliki status apa – apa. Pada akhirnya
bom waktu itu meletusnya juga tepat pada hari Jum’at tanggal 22 Februari KPK
menetapkan Anas sebagai tersangka. Usai ditetapkan sebagai tersangka Anas
merespon dengan memberikan keterangan sekaligus pidato pengunduran dirinya pada
sehari setelahnya dan memberikan keterangan ini baru halaman pertama. Sontak
pidato di Kantor DPP Demokrat itu mengundang teka teki bahwa Anas mengetahui
seluk beluk aliran dana Hambalang bahkan mungkin juga kasus Bail Out Bank
Century.
Berbeda dengan PKS ketika Presidennya
ditetapkan sebagai tersangka, langusng mengganti pucuk pimpinannya, Partai
Demokrat terkesan lambat dan sseakan santai jalan di tempat dalam memutuskan
pucuk pimpinan. Memang keputusan ini tak lepas dari pertimbangan Sang Ketua
Majelis Tinggi Partai SBY yang memang memilih untuk berhati – hati dan tidak
berani mengambil resiko besar dalam setiap keputusannya.
Selain dinamika di tiga parpol tersebut,
masih ada dinamika perpolitikan di daerah. Dimana pada tahun 2013 ini beberapa
daerah menggelar pilihan gubernur hingga pilihan bupati atau walikota. Dari
beberapa daerah tersebut yang sudah menyelenggarakan pesta demokrasinya Jawa
Barat merupakan salah satunya. Minggu, 24 Februari jutaan masyarakat Jawa Barat
memilih pemimpinnya. Hal yang menari dari pilkada Jawa Barat ini ada 3
selebritis yang turut berpartisipasi di dalamnya, Rieke Dyah Pitaloka atau yang
akrab dengan “Si Oneng” pada sinetron Bajaj Bajuri maju sebagai calon Gubernur
berpasangan dengan Teten Masduki, Dede Yusuf yang merupakan actor dan yang
masih menjabat Wakil Gubernur maju sebagai Cagub berpasangan dengan Leks
Lasmana, dan sang incumbent Ahmad Heryawan yang berpasangan dengan Aktor senior
Deddy Mizwar yang melejit dengan sinetron Para Pencari Tuhan.
Tercatat beberapa daerah Provinsi yang
memiliki penduduk besar mengadakan hajatan demokrasinya di tahun yang sama,
Bali, Jawa Tengah, Sumatera Selatan, hingga nanti Jawa Timur dan beberapa
provinsi lain juga menggelar hajatan pesta demokrasinya tahun ini. Di tingkat kabupaten/kotamadya
tercatat lebih banyak, seperti Kabupaten Kudus, Kota Malang, Kota Bandung,
Kabupaten Jombang, dan lain - lain. Bahkan tak hanya di tingkat kabupaten/kota
hajatan demokrasi juga menyebar sampai ke tingkat desa, tercatat di provinsi
Jawa Timur saja serentak diselenggarakan di daerah Kabupaten Malang, Kota Batu,
Kabupaten Lamongan, Kabupaten Sampang dan lain - lain. Pergolakan politik di
tingkat daerah inilah yang terakumulir secara nasional sebagai sebuah langkah
menuju tahun 2014.
Belum lagi jika melihat kebijakan
pemerintahan yang menaikkan harga BBM dengan dalih penyesuaian APBN terhadap
subsidi yang dikeluarkan negara kepada masyarakat yang kurang tepat sasaran. Diwarnai
dengan perpecahan koalisi pada akhirnya pemerintah tetap menaikkan BBM meskipun
salah satu dari anggota koalisinya PKS menolak dengan tegas. Bahkan aksi penolakan
PKS sudah jauh ketika wacana penyesuaian harga BBM dicanangkan, PKS beralasan
ini demi masyarakat dan mencegah terjadi inflasi secara tinggi akibat kenaikan
harga BBM yang diikuti harga - harga lain dan menjelang masuknya bulan Ramadhan.
Banyak pihak melihat sikap PKS bentuk dari pencitraan di tengah merosotnya
elektabilitas partai karena kasus suap daging impor yang melibatkan mantan Presiden
PKS Lutfi Hasan Ishaq, yang pada perkembangannya beberapa elite parpol juga
diduga terlibat. Dari sanalah PKS mencoba untuk memperbaiki citra melalui
spanduk penolakan kenaikan BBM di berbagai daerah di Indonesia.
Tak hanya karena kebijakan menaikkan tarif
BBM, kebijakan BLSM sebagai bantuan dari pemerintah menyiasati kenaikan BBM dan
kemungkinan besar diiringi kenaikan bahan pokok lainnya juga menimbulkan aroma
politis sendiri. Bantuan Langsung Sementara Masyarakat atau yang diplesetkan
menjadi “BALSEM” ini banyak yang kurang tepat sasaran. Menjelang pemilu
presiden dan legislatif pemberian BLSM memang rawan dijadikan alat untuk meraih
dukungan politik.
Imbas dari tahun puncak politik juga
tampak dari sudah dimulainya pencitraan secara intens di publik baik yang
melalui media massa maupun yang melalui media spanduk, banner, bendera di
tempat - tempat umum. Dari sanalah sebenarnya lembaga yang terkait baik itu KPI
yang mengawasi penyiaran di Indonesia harus membuat aturan bekerjasama dengan
DPR RI dan KPU karena jika tidak dibuat aturan yang menyangkut publikasi ini
bisa terkesan seenaknya dan akan ada pihak - pihak yang merasa dirugikan dari
publikasi tersebut.
Bagaimanapun tahun 2013 merupakan tes
kedewasaan masyarakat dalam berpolitik dan berdemokrasi secara baik. Jika di
tahun 2013 dengan tingkat pemilihan - pemilihan baik di tingkat provinsi,
kabupaten/kotamadya, hingga tingkat desa masih diwarnai kecurangan - kecurangan
dan berujung konflik yang sifatnya horizontal bisa jadi alamat lebih parah akan
terjadi di 2014. Pemerintah dan masyarakat sudah seharusnya bersinergi untuk
melakukan upaya terbaik untuk menjaga ketentraman bersama, jangan sampai dari
persoalan sederhana “pil - pil” dapat menyebabkan amputasi di salah satu pihak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar