Janet V. Denhardt dan
Robert B. Denhardt memberikan model alternatif yang disebut dengan new public
service, dimana model new public service ini menurut Janet dan Robert Dendhardt
menekankan pada empat pemikiran post - positivism, yaitu teori democratic citizenship, model of community and civil society
atau model komunitas dan masyarakat sipil (masyarakat madani), organizational humanism and new public
administration atau humanisme organisasi dan new public administration, dan terakhir post modern public
administration.
Model kewarganegaraan
demokratik memandang warga negara bukan sebagai entitas dan objek sistem hukum
yang diatur dan dikendalikan oleh hak dan kewajiban legal. Teori ini
menempatkan warga negara sebagai aktor politik aktif yang berpotensi
mempengaruhi sistem politik. Negara ada, menurut pandangan ini untuk menjamin
hak warga negara membuat pilihan sesuai dengan kepentingannya dengan aturan
tertentu.
Sementara model
community and civil society beragumen bahwa komunitas - komunitas yang plural
harus dijaga dari dominasi kelompok atau sistem, agar identitasnya tetap
terlindungi. Namun pluralism etnis misalnya, jangan pula menimbulkan konflik
sehingga untuk mengatasinya, diperlukan pembentukan koalisi besar, mediasi dan
negosiasi. Karena itu, menurut Gardner komunitas harus dicirikan dengan “caring, trust, and teamwork” (Denhardt
dan Denhardt, 2007 : 33). Dari sudut politik, mereka merasa tak berdaya karena
negara telah tersandera oleh kepentingan asing, pengusaha, dan politik atau
kepentingan partai, kelompok, dan birokrasi.
Pada organizational
humanism and new public administration, merupakan gerakan intelektual yang
tidak puas dengan asumsi dasar OPA dan NPM. Gerakan administrasi publik baru,
sangat dipengaruhi oleh paradigm kritis, konstruktivis, dan interpretif dalam
yang bermuara pada paradigma humanistic atau post-positivism. Mereka berasumsi,
ilmu - ilmu sosial berbeda dengan ilmu alam. Dari sudut aksiologis, ilmu tidak
bisa dilepaskan dari nilai. Realitas, secara epistimologis adalah hasil
konstruksi bersama antara peneliti dengan yang diteliti. Tujuan ilmu bukan
menjelaskan, mengontrol dan meramalkan melainkan pemahaman dan dengan tujuan
untuk melakukan transformasi sosial yang lebih adil dan demokratis. Karena itu,
administrasi publik baru ini disebut sebagai “dialectial organization” atau “consociated
model” dimana dijelaskan Denhardt dalam bukunya in shadow of organization.
Pemikiran berikutnya
dari paradigm NPS adalah “postmodernism” yang mengubah pandangan dari kajian
organisasi yang bebas nilai menjadi value-bound. Studi tentang administrasi
publik didekati dengan pendekatan yang kini lebih sensitif terhadap nilai,
bukan hanya fakta, sensitif terhadap makna subjektif manusia, bukan hanya
perilaku objektif dalam setting interaksi sosial yang dinamis. Cara pandangan
pendekatan ini adalah “government must
increasing be based on sincere and open discourse among all parties, including
citizens and administrators”, para pendukung teori posmo punya perhatian
yang menekankan pada wacana (discourse) yang membuka proses inter-subjektivitas
manusia dalam konteksi dinamika organisasi.
Paradigma NPS
mengandung karakteristik berikut, (1), helping
citizens articulate and meet their shared interests. (2), building a collective, shared notion of the
public interest. (3), acting
democratically through collective efforts and collaborative processes. (4),
serving citizens, not customers. (5),
paying attention to statutory and
constitutional law, community values, political norms, professional standars
and citizen interest. (6) Valuing
people, not just productivity. (7) valuing citizenship and public service above
entrepreneurship.
Sementara itu Denhardt
dan Denhardt mengajukan karakteristik NPS ke dalam tujuh prinsip. Pertama, serve citizen, not customers.
Kepentingan publik merupakan hasil dialog atas nilai yang dimiliki bersama
daripada agregasi kepentingan diri perseorangan. Karenanya, pelayanan publik
tidak hanya lagi berfokus pada hubungan kepercayaan merespons tuntutan
“pelanggan”, tetapi yang lebih penting dan kerja sama dengan dan di antara
warga negara.
Kedua, seek the public interest. Dimana
administrator publik harus mampu membangun ikatan kolektif dan pandangan
bersama tentang apa yang disebut kepentingan publik. Salah satu prinsip inti
dari Layanan Publik Baru adalah penegasan kembali sentralitas kepentingan
publik dalam pelayanan pemerintah. The New Public Layanan menuntut bahwa proses
pembentukan "visi" bagi masyarakat adalah bukan sesuatu yang hanya
untuk diserahkan kepada para pemimpin politik yang terpilih atau ditunjuk administrator
publik. Sebaliknya, aktivitas membangun visi atau arah, mendefinisikan
nilai-nilai bersama, adalah sesuatu yang luas dialog publik dan musyawarah
adalah pusat. Bahkan lebih penting, kepentingan umum tidak sesuatu yang hanya
"terjadi" sebagai hasil dari interaksi antara individu warga pilihan,
prosedur organisasi, dan politik pemilu. Sebaliknya, mengartikulasikan dan mewujudkan
kepentingan umum adalah salah satu utamaalasan pemerintah ada.
Ketiga, value citizenship over entrepreneurship.
Kepentingan publik lebih baik dikedepankan oleh pelayan publik dan warga neagra
yang berkomitmen memberi kontribusi yang berarti bagi masyarakat ketimbang
manajer entrepreneurial (wirausaha)
yang bertingkah seolah - olah uang publik adalah miliknya.
Keempat, think strategically, act democratically.
Kebijakan dan program memenuhi kebutuhan publik yang dicapai paling efektif dan
bertanggungjawab melaui proses dan usaha kerjasama kolektif.
Dalam layanan publik
yang baru, ide ini tidak hanya untuk membangun visi dan kemudian meninggalkan
pelaksanaannya kepada mereka dalam pemerintahan, melainkan untuk bergabung
bersama-sama semua pihak dalam proses baik merancang dan melaksanakan
program-program yang akan bergerak ke arah yang diinginkan. Melalui
keterlibatan dalam program sipil pendidikan dan dengan membantu untuk
mengembangkan berbagai pemimpin sipil, pemerintah dapat merangsang rasa baru
kebanggaan warga dan tanggung jawab sipil.
Kelima, recognize that accountability isn’t simple.
Pelayan publik harus lebih menarik daripada pasar. Mereka juga harus taat pada
undang - undang dan hukum, nilai yang dianut komunitas, norma politik, standar
etika professional dan kepentingan warga negara.
Keenam, serve rather than steer. Penting bagi
pelayan publik untuk berbagi, kepemimpinan berdasar nilai dalam membantu warga
negara untuk mengungkapkan dan memenuhi kepentingan mereka ketimbang mengontrol
mereka atau mengendalikan mereka menuju arah baru yang belum tentu menjadi
bagian dari kepentingan mereka.
Serta terakhir yang
ketujuh, value people, not just
productivity. Organisasi publik dan jaringannya yang partisipatif akan
lebih berhasil dalam jangka panjang bila mereka bekerja lewat proses kerjasama
dan mengacu pada kepemimpinan bersama berdasarkan saling menghormati tanpa
deskriminasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Denhardt, Janet V. and Denhardt, Robert B. 2007. The New Public Service. London : M.E.
Sharpe Inc
Siswadi, Edi, 2012. Birokrasi Masa Depan : Menuju
Tata Kelola Pemerintahan yang Efektif dan Prima. Bandung : Mutiara Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar