Negara dan sistem
pemerintahan menjadi tumpuan pelayanan warga negara dalam memperoleh jaminan
atas hak - haknya. Maka peningkatan kualitas pelayanan menjadi semakin penting.
Sebab, manajemen publik sejak tahun 1980-an telah berubah oleh fenomena internasional,
yang diantara lain dipicu dengan lahirnya kompetisi global dalam sektor
pelayanan.
Davidow menyebutkan
bahwa pelayanan adalah hal - hal yang jika diterapkan terhadap suatu produk
akan meningkatkan daya atau nilai terhadap pelanggan. Sebab, pelayanan yang
baik membutuhkan instruktur pelayanan yang sangat baik pula. Hal yang paling
penting adalah membuat setiap orang dalam organisasi berorientasi pada
kualitas.
Meminjam terminologinya
Crosby yang dimaksud dengan kualitas pelayanan ialah penyesuaian terhadap
perincian - perincian dimana kualitas ini dipandang sebagai derajat keunggulan
yang ingin dicapai, dilakukannya kontrol terus menerus dalam mencapai
keunggulan tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan pengguna jasa.
Pelayanan merupakan
respons terhadap kebutuhan manajerial yang hanya akan terpenuhi kalau pengguna
jasa mendapatkan produk yang mereka inginkan. Jika demikian halnya, maka apa
yang menjadi perumpamaan bahwa pembeli adalah raja adalah sangat penting dan
menjadi konsep yang mendasar bagi peningkatan manajemen pelayanan.
Untuk mewujudkan
manajemen pelayanan yang efektif dibutuhkan perubahan focus, yakni dari
menciptakan produk berkualitas dan bermanfaat menjadi kualitas keseluruhan yang
daya manfaatnya meliputi setiap aspek hubungan dengan pengguna jasa. Dengan
begitu, adagium pelayanan yang baik merupakan bisnis yang menguntungkan menjadi
kenyataan yang tak bisa dielakkan.
Pada tingkat kompetisi
yang akan semakin terbuka di era globalisasi mendatang, maka dorongan untu
membangun pemerintahan yang digerakkna oleh pelanggan semakin strategis.
Perbaikan manajemen pelayanan menjadi variable penentu dalam memenangkan
kompetisi. Oleh karena itu, perlu adanya perubahan perspektif manajemen
pelayanan yang mengubah focus manajemen baik dalam perusahaan jasa maupun
perusahaan manufaktur. Perubahan perspektif yang dimaksud, menurut Gronroos
adalah sebagai berikut :
1) Dari
berdasarkan daya manfaat produk menjadi daya manfaat total dalam hubungan
dengan pengguna jasa.
2) Dari
transaksi jangka pendek menjadi hubungan jangka panjang.
3) Dari
kualitas inti (baik barang maupun jasa) kualitas teknis dari suatu produk pada
kualitas yang diharapkan dan dipersepsikan para pengguna jasa dalam
mempertahankan hubungan dengan pengguna jasa.
4) Dari
menghasilkan solusi teknis sebagai proses kunci dalam organisasi menjadi
pengembangan daya manfaat dan kualitas keseluruhan sebagai proses kuncinya.
Dapatlah dimengerti
bahwa kualitas pelayanan menjadi faktor yang menentukan dalam menjaga
keberlangsungan suatu organisasi birokrasi pemerintah maupun organisasi
perusahaan. Pelayanan yang baik dan sesuai dengan kebutuhan pengguna jasa
publik, sangat penting dalam upaya mewujudkan kepuasan pengguna jasa publik.
Pada saat lingkungan
bisnis bergerak ke suatu arah persaingan yang semakin ketat dan kompleks, maka
sebagai kata kuncinya adalah memenangkan persaingan pasar melalui orientasi
strategi pada manajemen pelayanan prima. Kata kunci inilah yang sangat
dibutuhkan. Sebab, saat ini titik tolak strategi bersaing selalu diarahkan
kepada asumsi bahwa kondisi pasar sudah bergeser dari “sellers market” ke “buyers market”.
Berkaitan dengan hal
ini, telah muncul slogan “reinveting”
dan “reengineering government”.
Konsep reengineering government”
diprakarsai oleh David Osborne dan Ted Gaebler, pada intinya diorientasikan
pada penciptaan suatu nilai. Sehingga para pengguna jasa publik dapat
terpuaskan, misalnya dari segi kualitas, harga yang kompetitif maupun
penyediaannya yang cepat.
Untuk mewujudkan
kondisi sebagaimana disebutkan di atas, diperlukan pemahaman terhadap faktor
kunci eksternal dengan cara :
1)
Memulai mengenali dinamika customers need and wants
2) Mengembangkan
suatu kerangka pendekatan ke arah pencapaian kepuasan pelanggan.
3) Pertemukan
tujuan badan usaha dalam rangka pencapaian kepuasan pelanggan.
Faktor - faktor
eksternal tersebut perlu direspons setiap pucuk pimpinan, baik pimpinan dalam
organisasi birokrasi maupun perusahaan. Tentu dengan mengintegrasikan berbagai
unsur atau elemen guna menghasilkan produk layanan yang dapat memuaskan pengguna
jasa. Semua ini dimaksudkan demi perbaikan kinerja organisasi yang
diorientasikan pada keseluruhan proses untuk menciptakan “value to customer”
yang terkait dengan aspek mutu produk dan jasa, waktu pembuatan dan penyerahan,
biaya rendah serta produktivitas yang sangat tinggi.
Begitu pentingnya
pelayanan yang berkualitas, Richard Normann mengilustrasikan pelayanan sebagai
sebuah proses sosial, sedangkan manajemen merupakan kemampuan untuk mengarahkan
proses - proses sosial itu. Dilihat dari aspek hubungannya dengan pengguna
jasa, Groones menyatakan bahwa manajemen pelayanan bertujuan untuk :
1) Memahami
nilai daya manfaat pelayanan yang diterima pengguna jasa yang memanfaatkan atau
menggunakan pelayanan yang ditawarkan organisasi serta bagaimana pelayaan itu
sendiri atau hak lain yang bersifat fisik mempengaruhi pelayanan tersebut.
Dengan kata lain, manajemen pelayanan adalah memahami bagaimana kualitas
keseluruhan dipahami dalam hubungannya dengan pengguna jasa dan bagaimana
pelayanan itu berubah sesuai waktu.
2) Memahami
bagaimana suatu organisasi (personal, teknologi, sarana fisik, sistem dan
pengguna jasanya) mampu menghasilkan atau memberikan daya manfaat atau
kualitas.
3) Memahami
bagaimana suatu organisasi sebaiknya dikembangkan dan di manage sehingga tujuan
dan kualitas yang dimaksud akan tercapai.
4) Membuat fungsi organisasi untuk mencapai daya
manfaat atau kualitas tersebut, serta tujuan organisasi dan orang - orangnya
dapat dilibatkan (organisasi, pengguna jasa, dan masyarakat).
Yang menjadi pertanyaan
sekarang ialah bagaimana manajemen menciptakan suatu sistem nilai atau moral
untuk melayani, bukan untuk dilayani (to
serve not to be served). Dalam hal ini, kekuatan process public policy making merupakan salah satu jalan guna
menciptakan manajemen pelayanan yang prima (excellent
service management).
Peningkatan kemampuan
manajemen sektor publik dalam pencapaian tujuan tingkat pekerjaan yang tinggi,
seperti kegiatan waktu, keunggulan mutu produk, pengurangan biaya untuk
memperoleh pelayanan, serta perlakuan yang semakin menempatkan konsumen atau
rakyat sebagai pihak yang memiliki martabat adalah penting dalam rangka
mewujudkan kualitas pelayanan itu sendiri. Sebab menempatkan konsumen pada
tingkat yang terhormat, merupakan kekuatan penting dalam memenangkan kompetisi
di tingkat global.
Dalam mengembangkan
organisasi yang berorientasi konsumen (customers
oriented), semua kegiatan harus berbasis pada kebutuhan dan keinginan
pelanggan. Persepsi konsumen terhadap nilai dan mutu suatu produk (barang dan
jasa) juga banyak dipengaruhi oleh prima sebagai atribut yang melekat pada
produk itu sendiri.
Konsumen masa depan
menurut Kotler, menginginkan proses yang lebih cepat, profesionalisme, dan
praktis. Christopher Lovelock juga mengatakan jangan hanya mengikuti kemajuan
teknologi, tetapi bagaimana kita mampu merespons (sebagai bentuk jawaban) atas
permintaan konsumen yang menginginkan informasi yang lebih baik, pelayanan yang
lebih cepat dan variasi penunjukkan produk inti yang lebih memikat.
Namun dalam tingkat
operasional, masalah - masalah yang akan timbul biasanya berupa :
1) bagaimana
fungsi pelayanan konsumen ini diaktifkan untuk memenuhi kebutuhan konsumen.
2) Orang
- orang sistem apa yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan konsumen.
3) Bagaimana
mendesain suatu fungsi pelayanan yang baik serta bagaimana menjalankannya
secara efektif.
Solusi yang dipandang
tepat untuk mengatasi masalah tersebut ialah perlunya penyediaan pelayanan yang
tepat dan konsisten pada saat dibutuhkan. Hal ini pada gilirannya akan
menimbulkan rasa puas pada pemakai jasa.
Akan tetapi harus
diakui bahwa kesulitan mendapatkan pelayanan yang berkualitas akan
mengakibatkan munculnya take and give,
yaitu antara client atau customer dan yang memberi pekerjaan. Jika hal ini
terjadi, maka akan memunculkan uang suap, kelambatan pelayanan dapat diatasi
dengan mudah. Kecepatan pekerjaan yang didasarkan atas suatu imbalan kepada
pejabat atau pegawai yang melayani mereka, hanya akan mengakibatkan kurangnya
rasa hormat pengguna jasa terhadap organisasi.
Hal lain yang perlu
dipertimbangkan dalam peningkatan kualitas pelayanan (service quality) ialah pembagian kerja atau deferensiasi. Dalam
konteks ini, I.J. Gordon (1993 : 498 - 504) menyebutkan :
1) Dalam
hal pembagian kerja agar berdasarkan diferensiasi horizontal yang menekankan
diferensiasi personal.
2) Dalam
hal option for coordination agar
dikembangkan central adjustment dengan
standardization of work process, standardization of ouput and
standardi-zation of skill.
3) Dalam
hal information procession, agar
didasarkan pada organic structure
yang memiliki a high information
processing yaitu kapasitas yang cepat dan akurat.
Ketika mengembangkan
organisasi yang berorientasi kepada konsumen, maka semua kegiatan harus
berbasis pada konsiderasi tentang kebutuhan dan keinginan pengguna jasa. Sebab,
kesalahan dalam pengindetifikasikan kebutuhan dan harapan pengguna jasa akan
menyebabkan pelayanan menjadi tidak berarti dan sia - sia.