Sabtu, 29 September 2012

Dampak Industrialisasi Migas Bagi Masyarakat Kabupaten Bojonegoro



Ketika perda 23 tahun 2011 mengenai percepatan pertumbuhan ekonomi daerah dalam pelaksanaan eksplorasi dan eksploitasi serta pengelolaan minyak bumi dan gas di Kabupaten Bojonegoro di-goalkan proses menuju industrialisasi pertambangan kian dirasakan oleh warga di Kabupaten Bojonegoro. Tampak dari beberapa kantor perusahaan minyak bumi dan gas seperti PT Exxon Mobile dengan anak perusahaan yang mengelola blok Cepu PT Mobile Cepu Limited, PT Petrochina, PT Extran, PT Tripatra mulai diserbu oleh para pekerja dari luar daerah Bojonegoro, tak jarang pula dijumpai mereka adalah warga negara asing.
Di tengah serbuan para pekerjaan asing ini pemerintah kabupaten Bojonegoro nyatanya memang tampak ngotot dengan kuota 70% pekerja dari putra daerah Bojonegoro yang harus dilibatkan perusahaan - perusahaan eksplorasi migas di Bojonegoro. Itu artinya memang memicu munculnya lapangan pekerjaan baru, namun di sisi lain memicu dilematika baru yaitu masih minimnya kualitas SDM yang tersedia di lapangan, hal ini pula yang membuat para perusahaan tersebut merasa keberatan dengan syarat yang diajukan oleh pihak Pemkab Bojonegoro. Oleh karena itu sebagai antisipasi menuju era industrialisasi Pemkab mewajibkan setiap warganya wajib belajar 12 tahun hingga minimal jenjang SMA sederajat atau jika yang terpaksa putus sekolah di tengah jalan diharapkan dapat mengambil paket C untuk kesetaraan.
Langkah awal pemerintah Kabupaten Bojonegoro untuk memfasilitasi warganya supaya dapat bersaing dalam indsutrialisasi migas memang cukup bagus. Fenomena industrialisasi migas di Kabupaten Bojonegoro memang menghasilkan perubahan sosial pada dua sisi yaitu sisi positif dan negatif, sisi positif sendiri sebagaimana telah kami jelaskan diatas dimana kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan mulai tumbuh diiringi dengan peran serta pemerintah daerah dalam memutuskan suatu kebijakan yang dapat menjadi pendukung utama pendidikan masyarakat. Di sisi lain ada perubahan sosial ke arah negatif dengan adanya industrialiasasi migas yaitu munculnya gejala sosial baru seperti premanisme dan prostitusi terselubung di sekitar kawasan Desa Gayam dan Mojodelik, Kecamatan Gayam, serta pencemaran lingkungan dan zat berbahaya yang pernah dialami oleh penduduk di Desa Sambiroto dan Desa Sukowati, Kecamatan Kapas.
Memang ketika dikorelasikan definisi perubahan sosial menurut para tokoh dengan apa yang terjadi di lapangan ada korelasi yang cukup kuat. Ketika J.P. Gillin dan J.L. Gillin mengemukakan pengertian perubahan sosial sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi, maupun karena adanya difusi ataupun penemuan - penemuan baru dalam masyarakat. Ketika sebelumnya sumur - sumur cadangan minyak bumi dan gas belum ditemukan di Kabupaten Bojonegoro masyarakat dan bahkan Pemkab mengandalkan pertanian sebagai sumber daya alam yang menghasilkan pemasukan bagi daerah. Namun ketika mulai ditemukan dan dieksplorasinya cadangan - cadangan minyak bumi dan gas yang terdapat di beberapa tempat di Kabupaten Bojonegoro ini membawa perubahan dari mulai sisi positif seperti kesadaran pendidikan masyarakat semakin tinggi dikarenakan sebagai modal untuk bersaing dengan penduduk lain. Hingga sisi negatif seperti maraknya premanisme pemalakan kepada kendaraan yang memiliki plat nomor Jabodetabek di sekitar Desa Gayam dan Mojodelik, hingga penyakit masyarakat lainnya.
Disisi lain dengan adanya industrialisasi merubah komposisi penduduk, dimana banyak masyarakat pendatang dari pegawai perusahaan migas tersebut sehingga kebutuhan akan tempat tinggal dan tanah pun meningkat. Tak hanya kebutuhan perumahan, industrialisasi migas secara tidak langsung juga akan mengundang investasi untuk membuat pertokoan dan perkantoran pula. Hal inilah yang menyebabkan harga tanah dan bangunan di Bojonegoro yang sebelumnya belum terlalu mahal karena adanya industrialisasi migas terutama menjadi mahal. Di tengah banyaknya permintaan  tentu hukum ekonomi akan berlaku, dimana ketika banyak permintaan maka harganya pun akan melonjak.
Terkait dengan fenomena perubahan sosial di masyarakat memang ada tiga dimensi menurut Soerjono Soekanto yaitu struktural, kultural, dan interaksi. Dikaitkan dengan permasalahan yang kami bahas mengenai permasalahan perubahan sosial pada masyarakat Bojonegoro di era industrialisasi migas memang ada tiga dimensi yang masuk di dalamnya. Pertama dimensi struktural dimana adanya proyek - proyek industrialisasi migas akan menciptakan lapangan pekerjaan baru. Setidaknya ketika melihat kengototan pemkab untuk mengesahkan perda 23 tahun 2011 dimana salah satu poinnya terdapat peraturan 70% lapangan pekerjaan yang ada harus berasal dari putra daerah membuat sebelumnya jika ada SDM yang menganggur akan mengalami perubahan secara peran, contoh dari sebelumnya pengangguran menjadi tenaga keamanan yang mengamankan objek vital.
Ditinjau dari dimensi kultural industrialisasi akan menghasilkan gaya hidup mewah dan modern. Belum lagi interaksi budaya daerah dan budaya asing yang mungkin dibawa oleh para pekerja asing. Gaya hidup yang semakin tinggi ini bisa dibuktikan dari fashion dan tren makanan siap saji dimana banyaknya permintaan dari konsumen membuka peluang baru untuk munculnya tempat sejenis sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan tren fashion dan kesediaan makanan siap saji.
Pada dimensi ketiga dimana dimensi interaksi ini dikaitkan dengan tingkat interaksi masyarakat. Adapun interaksi ini meliputi frekuensi interaksi, jarak sosial, instrumentalis, direksionalitas, dan bentuk interaktif (primer - sekunder, kerjasama - konflik, kompetisi, vertikal, horizontal). Jika dicermati memang dampak dari industrialisasi migas memang tidak mempengaruhi pola interaksi utamanya di desa - desa yang menjadi tempat eksplorasi migas, akan tetapi para penduduk saat ini menjadi lebih peka dan merasakan kecemasan dan perubahan lingkungan ini ditandai dengan ketika musim kemarau seperti saat ini para warganya memilih beraktivitas di dalam rumah untuk menghindari perubahan suhu yang meningkat.
Memang jika fenomena industrialisasi minyak bumi dan gas di Kabupaten Bojonegoro tampak adanya perubahan sosial dari dua sisi yang terjadi pada masyarakat. Budaya asing yang tidak sesuai dengan nilai dan norma pada masyarakat biasanya memunculkan permasalahan baru. Supaya tidak terjadi yang demikian diperlukan filter atau penyaringan dengan menggunakan kearifan lokal masyarakat setempat, supaya budaya asing yang masuk bisa menjadi masyarakat lebih maju ke depannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar