Ketika perda 23 tahun 2011 mengenai percepatan pertumbuhan ekonomi daerah
dalam pelaksanaan eksplorasi dan eksploitasi serta pengelolaan minyak bumi dan
gas di Kabupaten Bojonegoro di-goalkan proses menuju industrialisasi
pertambangan kian dirasakan oleh warga di Kabupaten Bojonegoro. Tampak dari
beberapa kantor perusahaan minyak bumi dan gas seperti PT Exxon Mobile dengan
anak perusahaan yang mengelola blok Cepu PT Mobile Cepu Limited, PT Petrochina,
PT Extran, PT Tripatra mulai diserbu oleh para pekerja dari luar daerah
Bojonegoro, tak jarang pula dijumpai mereka adalah warga negara asing.
Di tengah serbuan para pekerjaan asing ini pemerintah kabupaten
Bojonegoro nyatanya memang tampak ngotot dengan kuota 70% pekerja dari putra
daerah Bojonegoro yang harus dilibatkan perusahaan - perusahaan eksplorasi
migas di Bojonegoro. Itu artinya memang memicu munculnya lapangan pekerjaan
baru, namun di sisi lain memicu dilematika baru yaitu masih minimnya kualitas
SDM yang tersedia di lapangan, hal ini pula yang membuat para perusahaan
tersebut merasa keberatan dengan syarat yang diajukan oleh pihak Pemkab
Bojonegoro. Oleh karena itu sebagai antisipasi menuju era industrialisasi
Pemkab mewajibkan setiap warganya wajib belajar 12 tahun hingga minimal jenjang
SMA sederajat atau jika yang terpaksa putus sekolah di tengah jalan diharapkan dapat
mengambil paket C untuk kesetaraan.
Langkah awal pemerintah Kabupaten Bojonegoro untuk memfasilitasi
warganya supaya dapat bersaing dalam indsutrialisasi migas memang cukup bagus. Fenomena
industrialisasi migas di Kabupaten Bojonegoro memang menghasilkan perubahan
sosial pada dua sisi yaitu sisi positif dan negatif, sisi positif sendiri
sebagaimana telah kami jelaskan diatas dimana kesadaran masyarakat akan
pentingnya pendidikan mulai tumbuh diiringi dengan peran serta pemerintah
daerah dalam memutuskan suatu kebijakan yang dapat menjadi pendukung utama
pendidikan masyarakat. Di sisi lain ada perubahan sosial ke arah negatif dengan
adanya industrialiasasi migas yaitu munculnya gejala sosial baru seperti
premanisme dan prostitusi terselubung di sekitar kawasan Desa Gayam dan
Mojodelik, Kecamatan Gayam, serta pencemaran lingkungan dan zat berbahaya yang
pernah dialami oleh penduduk di Desa Sambiroto dan Desa Sukowati, Kecamatan
Kapas.
Memang ketika dikorelasikan definisi perubahan sosial menurut para tokoh
dengan apa yang terjadi di lapangan ada korelasi yang cukup kuat. Ketika J.P. Gillin dan J.L.
Gillin mengemukakan pengertian perubahan sosial sebagai suatu variasi dari
cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis,
kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi, maupun karena adanya difusi
ataupun penemuan - penemuan baru dalam masyarakat. Ketika sebelumnya sumur -
sumur cadangan minyak bumi dan gas belum ditemukan di Kabupaten Bojonegoro
masyarakat dan bahkan Pemkab mengandalkan pertanian sebagai sumber daya alam
yang menghasilkan pemasukan bagi daerah. Namun ketika mulai ditemukan dan
dieksplorasinya cadangan - cadangan minyak bumi dan gas yang terdapat di
beberapa tempat di Kabupaten Bojonegoro ini membawa perubahan dari mulai sisi
positif seperti kesadaran pendidikan masyarakat semakin tinggi dikarenakan
sebagai modal untuk bersaing dengan penduduk lain. Hingga sisi negatif seperti
maraknya premanisme pemalakan kepada kendaraan yang memiliki plat nomor
Jabodetabek di sekitar Desa Gayam dan Mojodelik, hingga penyakit masyarakat
lainnya.
Disisi lain dengan adanya industrialisasi
merubah komposisi penduduk, dimana banyak masyarakat pendatang dari pegawai
perusahaan migas tersebut sehingga kebutuhan akan tempat tinggal dan tanah pun
meningkat. Tak hanya kebutuhan perumahan, industrialisasi migas secara tidak
langsung juga akan mengundang investasi untuk membuat pertokoan dan perkantoran
pula. Hal inilah yang menyebabkan harga tanah dan bangunan di Bojonegoro yang
sebelumnya belum terlalu mahal karena adanya industrialisasi migas terutama menjadi
mahal. Di tengah banyaknya permintaan tentu
hukum ekonomi akan berlaku, dimana ketika banyak permintaan maka harganya pun
akan melonjak.
Terkait dengan fenomena perubahan sosial di
masyarakat memang ada tiga dimensi menurut Soerjono Soekanto yaitu struktural,
kultural, dan interaksi. Dikaitkan dengan permasalahan yang kami bahas mengenai
permasalahan perubahan sosial pada masyarakat Bojonegoro di era industrialisasi
migas memang ada tiga dimensi yang masuk di dalamnya. Pertama dimensi
struktural dimana adanya proyek - proyek industrialisasi migas akan menciptakan
lapangan pekerjaan baru. Setidaknya ketika melihat kengototan pemkab untuk
mengesahkan perda 23 tahun 2011 dimana salah satu poinnya terdapat peraturan
70% lapangan pekerjaan yang ada harus berasal dari putra daerah membuat sebelumnya
jika ada SDM yang menganggur akan mengalami perubahan secara peran, contoh dari
sebelumnya pengangguran menjadi tenaga keamanan yang mengamankan objek vital.
Ditinjau dari dimensi
kultural industrialisasi akan menghasilkan gaya hidup mewah dan modern. Belum
lagi interaksi budaya daerah dan budaya asing yang mungkin dibawa oleh para
pekerja asing. Gaya hidup yang semakin tinggi ini bisa dibuktikan dari fashion
dan tren makanan siap saji dimana banyaknya permintaan dari konsumen membuka
peluang baru untuk munculnya tempat sejenis sebagai upaya untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat akan tren fashion dan kesediaan makanan siap saji.
Pada dimensi ketiga
dimana dimensi interaksi ini dikaitkan dengan tingkat interaksi masyarakat. Adapun
interaksi ini meliputi frekuensi interaksi, jarak sosial, instrumentalis,
direksionalitas, dan bentuk interaktif (primer - sekunder, kerjasama - konflik,
kompetisi, vertikal, horizontal). Jika dicermati memang dampak dari
industrialisasi migas memang tidak mempengaruhi pola interaksi utamanya di desa
- desa yang menjadi tempat eksplorasi migas, akan tetapi para penduduk saat ini
menjadi lebih peka dan merasakan kecemasan dan perubahan lingkungan ini
ditandai dengan ketika musim kemarau seperti saat ini para warganya memilih beraktivitas
di dalam rumah untuk menghindari perubahan suhu yang meningkat.
Memang jika fenomena
industrialisasi minyak bumi dan gas di Kabupaten Bojonegoro tampak adanya
perubahan sosial dari dua sisi yang terjadi pada masyarakat. Budaya asing yang
tidak sesuai dengan nilai dan norma pada masyarakat biasanya memunculkan
permasalahan baru. Supaya tidak terjadi yang demikian diperlukan filter atau
penyaringan dengan menggunakan kearifan lokal masyarakat setempat, supaya
budaya asing yang masuk bisa menjadi masyarakat lebih maju ke depannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar