Pemimpin
suatu kata yang sederhana diucapkan, tapi sangat sulit untuk diaplikasikannya
secara langsung di realita kehidupan. Pemimpin berasal dari kata pimpin yang
berarti dibimbing, dituntun (W.J.S. Poerwadarminta 1974 : 754) . Sedangkan
pemimpin merupakan orang yang mempunyai kemampuan untuk melaksanakan kekuasaan
yang diberikan oleh anggota atau orang yang dipimpinnya. Pemimpin dalam kamus besar
Bahasa Indonesia berarti orang yang memimpin (juga diartikan kiasan seperti
penuntun, penganjur, pemuka, petunjuk) (Poerwadarminta, 1974 :755). Pemimpin
ini mempunyai tanggungjawab yang amat riskan dalam suatu sistem tatanan
masyarakat, lembaga dan organisasi manapun. Namun banyak orang awam yang
mengatakan bahwa tidak semua orang bisa menjadi pemimpin, padahal sebenarnya
agama islam mengajarkan bahwa setiap manusia di muka bumi ini merupakan seorang
pemimpin (kholifah) minimal memimpin diri sendiri sebagaimana disebutkan dalam
Al Qur’an Surat “Ingatlah ketika Tuhanmu
berfirman kepada para malaikat : “Sesungguhnya Aku hendak menciptakan seorang
khalifah di muka bumi”, mereka berkata : “Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?” Allah berfirman : “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang
tidak engkau ketahui”. (QS Al Baqarah 30). Dalam ayat lain Allah berfirman
“Sesungguhnya Kami menjadikan kamu
khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara
manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan
menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang - orang yang sesat dari
jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari
perhitungan” (QS As Shaad 26). Secara tidak sadar diri kita memang memiliki
bakat kemampuan dalam memimpin sejak lahir, tapi tidak semua orang dapat
memanfaatkannya dan menggali potensi tersebut.
Pemimpin
dan kepemimpinan adalah dua kata yang mempunyai makna berbeda. Jika pemimpin
itu lebih cenderung pada objeknya atau orangnya yang memimpin, jika kepemimpinan merupakan
kemampuan seseorang itu sendiri dalam mempengaruhi orang lain, sehingga ia bisa
mengikuti kehendaknya. Dalam hal ini beberapa tokoh mendefinisikan mengenai
makna dari kepemimpinan yaitu,
1.
Kepemimpinan
dipandang sebagai fokus proses - proses kerja
2.
Kepemimpinan
dipandang sebagai suatu akibat kepribadian
3.
Kepemimpinan
dipandang sebagai seni mempengaruhi orang lain
4.
Kepemimpinan
dipandang sebagai penggunaan pengaruh
5.
Kepemimpinan
dipandang sebagai suatu tindakan
6.
Kepemimpinan
dipandang sebagai bentuk persuasi
7.
Kepemimpinan
dipandang sebagai alat pencapaian tujuan
8.
Kepemimpinan
dipandang sebagai hubungan kekuasaan
9.
Kepemimpinan
dipandang sebagai akibat interaksi
10. Kepemimpinan dipandang sebagai
perbedaan peran
11. Kepemimpinan dipandang sebagai
inisiasi instruktur
Seorang
dapat dikatakan sebagai pemimpin jika diidentikkan dengan seseorang yang
memimpin suatu organisasi atau perusahaan tertentu, tapi juga memimpin diri
sendiri. Maka jika seseorang ingin memimpin suatu organisasi, lembaga, atau
perusahaan minimal dia harus bisa memimpin dirinya sendiri terlebih dahulu
mengingat menjalankan suatu kepemimpinan tidak semudah membalik telapak tangan.
Berdasarkan asal usul munculnya kepemimpinan pada diri seseorang dapat
dibedakan menjadikan tiga teori menurut Kartono K. (1983). Pertama teori
genetis menyatakan bahwa pemimpin itu tidak dibuat akan tetapi dilahirkan
menjadi pemimpin karena bakat - bakatnya yang luar biasa sejak lahir. Pemimpin
ditakdirkan lahir menjadi pemimpin, dalam situasi dan kondisi yang bagaimanapun
juga. Teori ini mendasarkan kepada pandangan deterministis atau yang telah
ditentukan sejak dulu. Kedua, teori sosial dimana seorang pemimpin harus
dibentuk atau disiapkan melalui pendidikan, tidak dilahirkan begitu saja.
Setiap orang bisa menjadi pemimpin melalui usaha penyiapan dan pendidikan.
Ketiga, teori ekologis atau sinetis, dimana seorang akan sukses menjadi
pemimpin sejak dia lahir dia telah memiliki bakat kepemimpinan dan bakat ini
sempat dikembangkan melalui pengalaman dan usaha pendidikan, yang juga sesuai
dengan tuntunan lingkungan ekologisnya, sehingga menjadi pemimpin yang mumpuni “excelent”.
Ketika
kita mengacu pada sejarah peradaban manusia telah banyak lahirnya pemimpin yang
fenomenal dan amat berkarismatik, umat islam tentu mempunyai sosok baginda Nabi
Muhammad Saw, Beliau tak hanya sekedar penyebar agama islam tapi juga merupakan
sosok pemimpin yang begitu disegani oleh semua golongan, bahkan karena karisma
dan kewibaannya Nabi Muhammad Saw masih menempati urutan pertama dengan dari
100 pemimpin fenomenal di dunia yang pernah ada. Ada juga seorang pemimpin
fenomenal lainnya semacam Adolf Hitler yang terkenal dengan nazinya, John F.
Kennedy seorang Presiden Amerika Serikat juga memiliki karisma sebagai pemimpin
yang luar biasa, ada juga tokoh pergerakan pemuda yang mempunyai jiwa
kepemimpinan yang luar biasa yaitu Che Guevarra. Bergeser ke dalam negeri
Indonesia kita mempunyai Bapak Proklamator kita Ir Soekarno yang mempunyai
karisma yang luar biasa melalui cara bicara dan berpikir Beliau.
Seorang
pemimpin tidak melulu harus berkuasa sewenang - wenang terhadap bawahan yang
dipimpinnya, pemimpin bukan mutlak harus berkuasa, karena pemimpin itu bukanlah
suatu jabatan dan kekuasaan seperti yang ditafsirkan orang sekarang. Tokoh
filsuf Yunani Plato menyatakan sumber kekuasaan bukan berasal dari jabatan,
pangkat, dan kekayaan, tapi sumber kekayaan berasal dari ilmu pengetahuan atau
filsafat (Ali Maksum 2010 : 56). Dalam agama islam pun telah diatur bagaimana
seorang pemimpin itu harus bertindak , islam mengajarkan jabatan menjadi
pemimpin itu merupakan sebuah musibah bagi seseorang karena dia akan
mempertanggungjawabkan kepemimpinannya kelak di akhirat di hadapan Allah SWT.
Lalu
bagaimana sebenarnya sifat pemimpin itu? Edwin Ghiselli (1971) mengatakan
pemimpin itu harus memiliki sifat seperti : kemampuan dan kedudukan sebagai
pengawas, kebutuhan akan prestasi dalam pekerjaan, kecerdasan, ketegasan,
kepercayaan diri, dan inisiatif. Keith Davis (1972) mengatakan pemimpin harus
memiliki sifat seperti : kecerdasan, kedewasaan dan keluasaan hubungan sosial,
motivasi diri dan dorongan berprestasi, dan sikap - sikap hubungan manusiawi.
John Miller (1974) juga mengungkapkan sifat pemimpin antara lain : kemampuan
melihat organisasi sebagai suatu sains secara keseluruhan, kemampuan mengambil
keputusan, kemampuan melimpahkan atau mendelegasikan wewenang, dan kemampuan
menanamkan kesetiaan pada anggotanya. Sifat pemimpin juga bisa dibagi menjadi 2
tipe yaitu yang bersifat objektif dapat dilihat dari fisik, kecakapan,
teknologi, daya, tanggap, pengetahuan, daya ingat, dan imajinasi, sedangkan
sifat kedua bersifat subjektif ; keunggulan dalam keyakinan, ketekunan, daya
tahan dan keberanian pernyataan itu diungkapkan oleh Chester L. Bernard (Darsono,
2008 : 13). Thomas Donouhe mantan presiden direktur dan CEO The American
Trucking Associations menyebutkan bahwa pemimpin mengkombinasikan sifat di
antara lain : mampu memotivasi dan memberi inspirasi, percaya diri dan
antusiasme yang tinggi, kecerdasan dan pengetahuan, hadir di saat - saat
penting, menghindari tampil arogan, tidak pernah ragu - ragu, jangan pernah
merendahkan atau meremehkan, bersikap terbuka, dan yang terakhir efektif dalam
memutuskan suatu keputusan tertentu. David Goode CEO salah satu perusahaan
nasional terbesar Norfolk Southern Corporation mengatakan bahwa sifat pemimpin
itu adalah menumbuhkan loyalitas dalam diri pengikutnya, membuat komitmen total
bagi organisasi atau perusahaannya, bersikap adil, menunjukkan kepercayaan
besar terhadap bawahannya, mengembangkan pemahaman tentang pengetahuan dan
pengalaman, dan tidak pernah menjadi seorang “gadungan” (Robert Neuschel, 2008
: 77). Bahkan pemimpin terbesar di dunia ini Nabi Muhammad Saw mencontohkan 4
sifat penting pemimpin, sidiq (berbuat benar / trustworthiness), tabligh (menyampaikan dalam hal ini berkomunikasi
/ communication), fathonah (cerdas / intelegence), dan amanah (dipercaya / responsibility).
Ketika
menjalankan sebuah kepemimpinan tak lepas dari bagaimana tipe kepemimpinan
seseorang. Tipe kepemimpinan sendiri ada empat menurut Rustandi Achmad (1987).
Tipe pertama yaitu tipe kepemimpinan otokrasi yaitu tipe pemimpin yang dalam
menjalankan kepemimpinannya sama sekali tidak memberikan kebebesan pada orang
lain untuk mengemukakan pendapat. Apa yang diputuskan oleh seorang pemimpin
adalah merupakan kebijakannya. Otokrat berarti penguasa absolute. Kepemimpinan
otokrat mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan yang selalu harus dipatuhi.
Pemimpinnya selalu berperan sebagai “pemimpin tunggal” pada “a one man show”. Dia berambisi sekali
untuk merajai bawahannya, dan tidak pernah memberikan informasi mendetail
mengenai rencana dan tindakan yang harus dilakukan. Semua pujian dan kritik
terhadap anak buah diberikan atas pertimbangan pemimpin sendiri. Pemimpin
selalu jauh dari para anggota kelompoknya, jadi ada sikap menyesuaikan diri.
Pemimpin otokratis ini senantiasa ingin berkuasa mutlak dan tunggal. Niccolo
Machiavelli seorang filsuf dari Italia pernah mengemukakan bahwa seorang
pemimpin negara harus berkuasa mutlak, Machiavelli mengemukakan bahwa tujuan
negara adalah kekuasaan, negara itu sebagai penguasa mengupayakan kejayaan dan
kemakmuran negara, sedangkan warga negara harus bersedia mengorbankan apa saja
demi negara, penyelenggaraan kekuasaan negara secara despotik tanpa menawarkan
alternatif lainnya. Machiavelli berpendapat menghalalkan segala cara untuk
mempertahankan kekuasaan dan kepemimpinan sangatlah wajar dan tak ada larangan,
hal ini pula yang membuat Bennito Mussolini seorang pemimpin diktator ala
Italia memberi Machiavelli apresiasi atas pemikirannya meskipun mendapat
tantangan dari banyak orang kala itu. (Ali Maksum, 2010 : 115). Contoh lain
dari tipe ini yaitu Soeharto ketika memimpin negara Indonesia ini, dimana kala
itu kebebasan berpendapat dan berekspresi begitu sulit karena jika rakyat
mengkritik kebijakan pemerintahan kala itu, maka harus berurusan dengan hukum
dan penjara. Tak hanya Soeharto saja, beberapa negara yang menggunakan sistem
monarki atau kerajaan juga cenderung menggunakan tipe kepemimpinan yang ini.
Negara dengan menganut sosialismenya juga bisa dikatakan menganut kategori tipe
ini, ambil contoh negara Cina, ketika beberapa waktu lalu ada sebuah gerakan
yang bertujuan ingin merevolusi negeri tirai bambu itu di situs jejaring sosial
pemerintah Cina langsung bertindak cepat dengan menangkap dalangnya dan memutus
akses internet secara total untuk mengantisipasi secara cepat gerakan revolusi
tersebut.
Tipe
kedua dari kepemimpinan yakni tipe pemimpin birokratis, dimana tipe
kepemimpinan yang dalam menjalankan kepemimpinannya berdasarkan peraturan -
peraturan dan keketatan dalam menjalankan prosedur yang berlaku. Tipe ini
merupakan tipe pemimpin yang menjalankan kepemimpinannya dengan berdasarkan
suatu aturan - aturan yang bersifat mengikat jalannya kepemimpinan.
Tipe
kepemimpinan yang bersifat bebas atau masa bodoh (Laissez faire) merupakan tipe kepemimpinan yang ketiga dimana tipe
ini merupakan seorang pemimpin dalam melaksanakan kepemimpinannya sama sekali
tidak begitu peduli atau sama sekali membiarkan anak - anak buah yang
dipimpinnya. Dalam hal ini pemimpin tidak memiliki sikap yang positif dalam
kepemimpinannya, sehingga dapat menimbulkan kekacauan di dalam kelompok atau
organisasi yang dipimpinnya.
Tipe
kepemimpinan terakhir yakni tipe kepemimpinan yang demokratis, dimana tipe ini
merupakan perpaduan antara tipe kepemimpinan yang otokratis dengan tipe
kepemimpinan yang masa bodoh (laissez
fairez). Dalam kepemimpinan ini, pemimpin memiliki garis kebijakasanaan
secara mandiri, namun masih tetap menampung aau mnerima pendapat dari orang
lain atau bawahannya. Kepemimpinan demokratis biasanya menghargai potensi
setiap individu, mau mendengarkan nasehat dan sugesti bawahan, bersedia
mengakui keahlian para spesialis dengan bidangnya masing - masing, dan mampu
memanfaatkan setiap anggota selektif mungkin pada saat kondisi yang tepat.
Kepemimpinan demokratis biasanya berlangsung dengan mantap dengan adanya gejala
- gejala sebagai berikut : organisasi dengan segenap bagian - bagiannya
berjalan dengan lancar, sekalipun pemimpin tersebut tidak ada di kantor.
Otoritas sepenuhnya didelegasikan ke bawah, dan masing - masing orang menyadari
tugas dan kewajibannya, sehingga mereka senang, puas, pasti aman menyandang
setiap tugas dan kewajiban yang menjadi tanggungjawabnya. Pada umumnya
diutamakan tujuan - tujuan kesejahteraan dan kelancaran kerjasama dari setiap
warga kelompok. Dengan demikian kepemimpinan demokratis bisa berfungsi sebagai
katalisatator untuk mempercepat dinamisme dan kerjasama, demi pencapaian tujuan
organisasi dengan cara paling cocok dengan jiwa kelompok dan situasinya.
Kepemimpinan demokratis menitikberatkan kepada masalah aktifitas setiap anggota
kelompok juga para pemimpinnya yang semuanya terlihat aktif dalam perencanaan
sikap, pembuatan rencana - rencana, pembuatan keputusan, disiplin kerja yang
ditanamkan secara sukarela oleh kelompok - kelompok dalam suasana demokratis
dan etika kerja.
Namun dari
sekian itu tidak semuanya bisa dikatakan baik atau buruk, terpenting adalah
menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang terjadi pada sekitar dan anak
buah. Semakin pintar, tingginya pendidikan bawahan dan kritis, maka seorang
pemimpin tak bisa begitu saja mengambil keputusan sesuka hatinya. Menurut
Douglas McGregor ketika bawahan cenderung sulit untuk diajak diskusi dalam
mengambil keputusan, sebaiknya seorang pemimpin mengedepankan tipe kepemimpinan
otokratis. Tipe kepemimpinan juga mencerminkan sikap suatu pemimpin dalam
mengambil sebuah keputusan (decision
making) (Darsono, 2010 : 58). Pada beberapa kasus ada pemimpin yang
menggunakan semua tipe kepemimpinan itu sekaligus tergantung pada situasi dan
kondisinya, seperti contoh pemimpin yang menggunakan semua tipe tersebut
berdasarkan situasi dan kondisinya yaitu Presiden Amerika Serikat John F.
Kennedy. Di Indonesia sendiri masih ada beberapa pemimpin yang memasung
kebebasan berpendapat bawahannya, meski negara sendiri telah mengatur kebebasan
berpendapat bagi seluruh warga negara sebagaimana tercantum dalam UUD 1945
pasal 28 “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan
lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang. Namun pada
intinya seorang pemimpin tidak bisa memaksakan kehendaknya dalam mengambil
keputusan ketika situasi dan kondisi bawahan bertolakbelakang dengan sang
pemimpin. Sang pemimpin haruslah memposisikan dirinya sebagai pengayom,
motivator, dan pelindung anak buahnya.
Potensi
kita sebagai pemimpin sebaiknya digali lebih dalamnya, karena setiap individu
kita sendiri sebenarnya merupakan pemimpin yang nantinya akan dimintai
pertanggungjawabannya. Jadi jika ingin memimpin orang lain pada suatu
organisasi, lembaga, atau perusahaan lihatlah diri kita sendiri, apakah mampu
memimpin dan me-manage diri sendiri terlebih dahulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar