Dalam khasanah kajian ilmu pengetahuan sosial-budaya telah dijumpai beragam
definisi tentang kebudayaan. Keberagaman definisi tentang kebudayaan tersebut
disebabkan oleh: Keberagaman orientasi filosofis-teoritis para ahli dalam
memahami hakikat kebudayaan; dan adanya keberagaman disiplin keilmuan yang
dimiliki oleh masing-masing peminat studi kebudayaan. Bahkan pada tahun 1952
sudah ada seorang antropolog A.L. Kroeber dan C. Kluckhohn yang menulis buku
dengan judul ’Culture, A Critical Review
of Concepts and Definitions’, dalam buku tersebut dijelaskan paling sedikit
ada 160 buah definisi tentang kebudayaan, kemudian mereka menganalisis dari
segi latar belakang, prinsip, dan tipe atau intinya (Koentjaraningrat, 1989).
Kata ‘kebudayaan’
adalah berasal dari bahasa sanskerta ‘buddhayah’
(buddhi/ budi atau akal dan daya atau kekuatan). Jadi, dalam arti bahasa
‘kebudayaan’ merupakan suatu hasil cipta, rasa dan karsa manusia dalam proses
kehidupannya. Kebudayaan sebenarnya mempunyai arti yang sangat luas, tidak
hanya sebatas konsep tentang hal-hal yang indah, seperti bangunan-bangunan arsitektur
(candi, masjid, pura dsb); seni rupa, seni tari, seni suara atau kesusatraan,
tetapi meliputi seluruh hasil cipta, rasa dan karsa manusia sepanjang usia
hidupnya untuk memenuhi beragam kebutuhan hidup, baik secara individu atau
kelompok (Gazalba, S.,1967) Dalam bahasa inggris kata kebudayaan adalah culture, yang berarti ‘segala daya upaya
serta tindakan manusia untuk merubah alam.
Kemudian apakah perbedaan makna ‘kebudayaan’ (culture) dengan ‘peradaban’ (civilization)?.
Kebudayaan mempunyai makna yang lebih luas dari pada peradaban. Dalam beberapa
kajian tentang kebudayaan, istilah peradaban (civilization) sering digunakan untuk menyebut bagian atau
unsur-unsur dari karya budaya yang bersifat indah, halus dan maju. Contohnya:
bangunan candi Borobudur; Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ruang angkasa
dan kemajuan Iptek bidang pertanian, kedokteran dan sebagainya; Keagungan seni
rupa atau seni pahat; Kesusastraan; Pelaksanaan demokrasi dan hak azasi yang
baik dalam suatu negara, dan sebagainya. Jadi,
peradaban sebenarnya merupakan bagian dari kebudayaan yang mengandung
unsur-unsur kemajuan (membanggakan), baik yang bersifat fisik maupun non fisik (Gazalba,
S.,1967).
Berdasarkan uraian singkat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian
kebudayaan adalah ‘seluruh sistem ide (gagasan atau cita-cita) yang ada dalam pikiran
manusia, dan seluruh tindakan sosial dalam kehidupan sehari-hari serta seluruh
hasil karya fisik manusia (sistem teknologi) yang diperoleh melalui proses
pembelajaran, dalam rangka pemenuhan beragam kebutuhan hidup baik secara
individu atau kelompok’. Berdasarkan kesimpulan definisi tentang
kebudayaan tersebut, maka hakikat suatu kebudayaan itu mempunyai tiga wujud
budaya, yaitu: (a) wujud ide atau
gagasan atau cita-cita (sistem budaya); (b) wujud kelakuan berpola atau sistem tindakan sehari-hari (sistem sosial);
dan (c) wujud teknologi atau peralatan
(sistem teknologi). Jadi, hakikat makna kebudayaan itu mempunyai lingkup
pengertian yang sangat luas, yaitu: (a) merupakan seluruh cipta, rasa dan karsa
manusia yang sangat beraneka ragam potensi atau kemampuannya; (b) diperoleh dan
diwariskan kepada generasi penerus melalui proses pembelajaran (bukan melalui
kelahiran atau keturunan); (c) dijabarkan atau diwujudkan dalam bentuk gagasan,
kelakuan atau kebiasaan-kebiasaan atau tata cara dan peralatan hidup; (d)
bersifat dinamik dalam proses kehidupan kemasyarakatan diberbagai bidang
dan bersifat nisbi atau relatif (Liliweri, A., 2003).
Kedua, wujud kebudayaan. Menurut Koentjaraningrat (1982), pada
dasarnya suatu kebudayaan itu mempunyai tiga wujud, yaitu: (1) wujud kebudayaan
dalam bentuk kompleks ide, gagasan, nilai-nilai, cita-cita dan kemauan; (2)
wujud kebudayaan dalam bentuk kompleks kelakuan berpola atau tata cara, atau kebiasaan
sehari-hari; dan (3) wujud kebudayaan dalam bentuk fisik atau peralatan (sistem
teknologi).
Wujud budaya ide atau gagasan ini sering disebut dengan ‘sistem budaya’. Sedangkan ciri-ciri
wujud budaya ide adalah: (a) bersifat abstrak, sulit diraba dan dilihat
bentuknya; (b) tempatnya ada di alam pikiran individu atau warga masyarakat;
(c) menjadi acuan atau pedoman individu dalam bertingkah laku sehari-hari. Oleh
karena itu wujud budaya ide atau gagasan sering dijadikan sebagai ’pedoman
hidup’; dan (d) relatif lebih sulit untuk mengalami perubahan, apalagi wujud
budaya ide tersebut sudah menjadi pandangan hidup warga masyarakat. Contoh
wujud budaya ide atau gagasan yang bersifat ’kolektif’ adalah: nilai-nilai luhur Pancasila; Undang-Undang
Dasar 1945 dan aturan perundangan atau hukum lainnya; Tujuan pembangunan nasional; Visi dan missi suatu
organisasi sosial, politik ekonomi dan sebagainya. Sedangkan contoh wujud
budaya ide atau gagasan yang bersifat ’individu’ adalah: tujuan, cita-cita,
keinginan, dan motivasi seseorang untuk melakukan sesuatu tindakan tertentu
atau untuk meraih prestasi di bidang tertentu.
Wujud budaya dalam bentuk kompleks kelakuan
berpola sering disebut sebagai ’sistem
sosial’. Sedangkan ciri-ciri sistem sosial (wujud budaya kelakukan berpola)
adalah: (a) bentuknya lebih kongkrit dari pada wujud budaya ide atau gagasan;
(b) merupakan penerapan atau perwujudan
dari budaya wujud ide, yang berbentuk tata cara atau tingkah laku seseorang
dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat; (c) relatif mudah berubah,
terutama yang berbentuk kebiasaan-kebiasaan sehari-hari dalam model berpakaian,
berinteraksi sosial; dan (d) bisa diobservasi atau diamati pola-pola kegiatan
sehari-hari dalam memenuhi beragam kebutuhan hidupnya. Contoh wujud budaya kelakuan
berpola (sistem sosial) adalah: (a) wujud budaya ide dalam bentuk ’ingin melakukan pernikahan’, maka wujud
kelakukan berpola (sistem sosial) adalah; rangkaian tahap-tahap kegiatan dalam
upacara perkawinan; (b) wujud budaya ide dalam bentuk ’tujuan ingin mewujudkan pelaksanaan demokrasi dalam pemilu yang Luber’, maka wujud
kelakuan berpolanya adalah, beberapa rangkaian kegiatan pencoblosan di TPS oleh
para pemilih dan panitia secara Luber. Jadi, perwujudan dari wujud budaya kedua
(kelakuan berpola) adalah selalu berorientasi pada wujud budaya pertama (sistem
ide atau gagasan).
Wujud budaya ketiga ini sering disebut ’sistem teknologi’, ciri-ciri wujud
budaya sistem teknologi adalah: (a) sangat kongkrit, dapat dilihat dan di raba
wujudnya, berupa peralatan atau benda; dan (b) paling mudah terjadi perubahan
bentuk, karena bisa rusak. Bentuk wujud budaya teknologi bisa berupa bangunan
rumah atau pabrik atau bangunan tempat ibadah atau peralatan hidup lainnya dari yang paling besar sampai yang paling kecil, misalnya paku atau baut.
Ketiga wujud budaya tersebut dalam kehidupan sehari-hari, baik secara individu
atau kelompok (masyarakat) saling mengkait atau merupakan suatu sistem. Uraian
tentang kebudayaan sebagai suatu sistem akan dijelaskan pada uraian berikutnya.
Ketiga, unsur-unsur kebuadayaan. Setiap karya budaya selalu mempunyai
tiga wujud budaya (wujud ide, wujud kelakuan berpola, dan wujud teknologi),
dalam aktifitas manusia sehari-hari ketiga wujud budaya tersebut saling
berhubungan timbal balik (Kroeber (ed), 1953). Demikian
juga setiap karya budaya suatu masyarakat mempunyai unsur-unsur budaya, dari
unsur-unsur budaya yang mempunyai ruang lingkup luas sampai unsur-unsur budaya
yang mempunyai ruang lingkup sangat kecil.
Menurut antropolog C. Klukckhon dalam Kroeber (1953), bahwa karya budaya
manusia itu mempunyai unsur-unsur budaya yang selalu dijumpai disetiap
kehidupan masyarakat dimanapun di dunia ini, unsur-unsur budaya tersebut
disebut ’unsur-unsur budaya universal’ (cultural
universals), sedangkan menurut Koentjaraningrat (1982), bahwa unsur-unsur
budaya universal tersebut disebut juga sebagai ’isi kebudayaan’. Isi kebudayaan
ini selalu dijumpai disetiap kehidupan manusia, baik pada masyarakat terisolir
sampai pada masyarakat metropolis (perkotaan modern).
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, 2011. Konsep Sistem Sosial dan Budaya. Malang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar