Senin, 24 Desember 2012

Manajemen Pelayanan Publik


Negara dan sistem pemerintahan menjadi tumpuan pelayanan warga negara dalam memperoleh jaminan atas hak - haknya. Maka peningkatan kualitas pelayanan menjadi semakin penting. Sebab, manajemen publik sejak tahun 1980-an telah berubah oleh fenomena internasional, yang diantara lain dipicu dengan lahirnya kompetisi global dalam sektor pelayanan.
Davidow menyebutkan bahwa pelayanan adalah hal - hal yang jika diterapkan terhadap suatu produk akan meningkatkan daya atau nilai terhadap pelanggan. Sebab, pelayanan yang baik membutuhkan instruktur pelayanan yang sangat baik pula. Hal yang paling penting adalah membuat setiap orang dalam organisasi berorientasi pada kualitas.
Meminjam terminologinya Crosby yang dimaksud dengan kualitas pelayanan ialah penyesuaian terhadap perincian - perincian dimana kualitas ini dipandang sebagai derajat keunggulan yang ingin dicapai, dilakukannya kontrol terus menerus dalam mencapai keunggulan tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan pengguna jasa.
Pelayanan merupakan respons terhadap kebutuhan manajerial yang hanya akan terpenuhi kalau pengguna jasa mendapatkan produk yang mereka inginkan. Jika demikian halnya, maka apa yang menjadi perumpamaan bahwa pembeli adalah raja adalah sangat penting dan menjadi konsep yang mendasar bagi peningkatan manajemen pelayanan.
Untuk mewujudkan manajemen pelayanan yang efektif dibutuhkan perubahan focus, yakni dari menciptakan produk berkualitas dan bermanfaat menjadi kualitas keseluruhan yang daya manfaatnya meliputi setiap aspek hubungan dengan pengguna jasa. Dengan begitu, adagium pelayanan yang baik merupakan bisnis yang menguntungkan menjadi kenyataan yang tak bisa dielakkan.
Pada tingkat kompetisi yang akan semakin terbuka di era globalisasi mendatang, maka dorongan untu membangun pemerintahan yang digerakkna oleh pelanggan semakin strategis. Perbaikan manajemen pelayanan menjadi variable penentu dalam memenangkan kompetisi. Oleh karena itu, perlu adanya perubahan perspektif manajemen pelayanan yang mengubah focus manajemen baik dalam perusahaan jasa maupun perusahaan manufaktur. Perubahan perspektif yang dimaksud, menurut Gronroos adalah sebagai berikut :
1)      Dari berdasarkan daya manfaat produk menjadi daya manfaat total dalam hubungan dengan pengguna jasa.
2)      Dari transaksi jangka pendek menjadi hubungan jangka panjang.
3)      Dari kualitas inti (baik barang maupun jasa) kualitas teknis dari suatu produk pada kualitas yang diharapkan dan dipersepsikan para pengguna jasa dalam mempertahankan hubungan dengan pengguna jasa.
4)      Dari menghasilkan solusi teknis sebagai proses kunci dalam organisasi menjadi pengembangan daya manfaat dan kualitas keseluruhan sebagai proses kuncinya.
Dapatlah dimengerti bahwa kualitas pelayanan menjadi faktor yang menentukan dalam menjaga keberlangsungan suatu organisasi birokrasi pemerintah maupun organisasi perusahaan. Pelayanan yang baik dan sesuai dengan kebutuhan pengguna jasa publik, sangat penting dalam upaya mewujudkan kepuasan pengguna jasa publik.
Pada saat lingkungan bisnis bergerak ke suatu arah persaingan yang semakin ketat dan kompleks, maka sebagai kata kuncinya adalah memenangkan persaingan pasar melalui orientasi strategi pada manajemen pelayanan prima. Kata kunci inilah yang sangat dibutuhkan. Sebab, saat ini titik tolak strategi bersaing selalu diarahkan kepada asumsi bahwa kondisi pasar sudah bergeser dari “sellers market” ke “buyers market”.
Berkaitan dengan hal ini, telah muncul slogan “reinveting” dan “reengineering government”. Konsep reengineering government” diprakarsai oleh David Osborne dan Ted Gaebler, pada intinya diorientasikan pada penciptaan suatu nilai. Sehingga para pengguna jasa publik dapat terpuaskan, misalnya dari segi kualitas, harga yang kompetitif maupun penyediaannya yang cepat.
Untuk mewujudkan kondisi sebagaimana disebutkan di atas, diperlukan pemahaman terhadap faktor kunci eksternal dengan cara :
1)      Memulai mengenali dinamika customers need and wants
2)      Mengembangkan suatu kerangka pendekatan ke arah pencapaian kepuasan pelanggan.
3)      Pertemukan tujuan badan usaha dalam rangka pencapaian kepuasan pelanggan.

Faktor - faktor eksternal tersebut perlu direspons setiap pucuk pimpinan, baik pimpinan dalam organisasi birokrasi maupun perusahaan. Tentu dengan mengintegrasikan berbagai unsur atau elemen guna menghasilkan produk layanan yang dapat memuaskan pengguna jasa. Semua ini dimaksudkan demi perbaikan kinerja organisasi yang diorientasikan pada keseluruhan proses untuk menciptakan “value to customer” yang terkait dengan aspek mutu produk dan jasa, waktu pembuatan dan penyerahan, biaya rendah serta produktivitas yang sangat tinggi.
Begitu pentingnya pelayanan yang berkualitas, Richard Normann mengilustrasikan pelayanan sebagai sebuah proses sosial, sedangkan manajemen merupakan kemampuan untuk mengarahkan proses - proses sosial itu. Dilihat dari aspek hubungannya dengan pengguna jasa, Groones menyatakan bahwa manajemen pelayanan bertujuan untuk :
1)      Memahami nilai daya manfaat pelayanan yang diterima pengguna jasa yang memanfaatkan atau menggunakan pelayanan yang ditawarkan organisasi serta bagaimana pelayaan itu sendiri atau hak lain yang bersifat fisik mempengaruhi pelayanan tersebut. Dengan kata lain, manajemen pelayanan adalah memahami bagaimana kualitas keseluruhan dipahami dalam hubungannya dengan pengguna jasa dan bagaimana pelayanan itu berubah sesuai waktu.
2)      Memahami bagaimana suatu organisasi (personal, teknologi, sarana fisik, sistem dan pengguna jasanya) mampu menghasilkan atau memberikan daya manfaat atau kualitas.
3)      Memahami bagaimana suatu organisasi sebaiknya dikembangkan dan di manage sehingga tujuan dan kualitas yang dimaksud akan tercapai.
4)       Membuat fungsi organisasi untuk mencapai daya manfaat atau kualitas tersebut, serta tujuan organisasi dan orang - orangnya dapat dilibatkan (organisasi, pengguna jasa, dan masyarakat).
Yang menjadi pertanyaan sekarang ialah bagaimana manajemen menciptakan suatu sistem nilai atau moral untuk melayani, bukan untuk dilayani (to serve not to be served). Dalam hal ini, kekuatan process public policy making merupakan salah satu jalan guna menciptakan manajemen pelayanan yang prima (excellent service management).
Peningkatan kemampuan manajemen sektor publik dalam pencapaian tujuan tingkat pekerjaan yang tinggi, seperti kegiatan waktu, keunggulan mutu produk, pengurangan biaya untuk memperoleh pelayanan, serta perlakuan yang semakin menempatkan konsumen atau rakyat sebagai pihak yang memiliki martabat adalah penting dalam rangka mewujudkan kualitas pelayanan itu sendiri. Sebab menempatkan konsumen pada tingkat yang terhormat, merupakan kekuatan penting dalam memenangkan kompetisi di tingkat global.
Dalam mengembangkan organisasi yang berorientasi konsumen (customers oriented), semua kegiatan harus berbasis pada kebutuhan dan keinginan pelanggan. Persepsi konsumen terhadap nilai dan mutu suatu produk (barang dan jasa) juga banyak dipengaruhi oleh prima sebagai atribut yang melekat pada produk itu sendiri.
Konsumen masa depan menurut Kotler, menginginkan proses yang lebih cepat, profesionalisme, dan praktis. Christopher Lovelock juga mengatakan jangan hanya mengikuti kemajuan teknologi, tetapi bagaimana kita mampu merespons (sebagai bentuk jawaban) atas permintaan konsumen yang menginginkan informasi yang lebih baik, pelayanan yang lebih cepat dan variasi penunjukkan produk inti yang lebih memikat.
Namun dalam tingkat operasional, masalah - masalah yang akan timbul biasanya berupa :
1)      bagaimana fungsi pelayanan konsumen ini diaktifkan untuk memenuhi kebutuhan konsumen.
2)      Orang - orang sistem apa yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan konsumen.
3)      Bagaimana mendesain suatu fungsi pelayanan yang baik serta bagaimana menjalankannya secara efektif.

Solusi yang dipandang tepat untuk mengatasi masalah tersebut ialah perlunya penyediaan pelayanan yang tepat dan konsisten pada saat dibutuhkan. Hal ini pada gilirannya akan menimbulkan rasa puas pada pemakai jasa.
Akan tetapi harus diakui bahwa kesulitan mendapatkan pelayanan yang berkualitas akan mengakibatkan munculnya take and give, yaitu antara client atau customer dan yang memberi pekerjaan. Jika hal ini terjadi, maka akan memunculkan uang suap, kelambatan pelayanan dapat diatasi dengan mudah. Kecepatan pekerjaan yang didasarkan atas suatu imbalan kepada pejabat atau pegawai yang melayani mereka, hanya akan mengakibatkan kurangnya rasa hormat pengguna jasa terhadap organisasi.
Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam peningkatan kualitas pelayanan (service quality) ialah pembagian kerja atau deferensiasi. Dalam konteks ini, I.J. Gordon (1993 : 498 - 504) menyebutkan :
1)      Dalam hal pembagian kerja agar berdasarkan diferensiasi horizontal yang menekankan diferensiasi personal.
2)      Dalam hal option for coordination agar dikembangkan central adjustment dengan standardization of work process, standardization of ouput and standardi-zation of skill.
3)      Dalam hal information procession, agar didasarkan pada organic structure yang memiliki a high information processing yaitu kapasitas yang cepat dan akurat.

Ketika mengembangkan organisasi yang berorientasi kepada konsumen, maka semua kegiatan harus berbasis pada konsiderasi tentang kebutuhan dan keinginan pengguna jasa. Sebab, kesalahan dalam pengindetifikasikan kebutuhan dan harapan pengguna jasa akan menyebabkan pelayanan menjadi tidak berarti dan sia - sia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar