Indonesia tampaknya
sudah ditakdirkan menjadi negeri yang kaya akan sumber daya alam oleh Tuhan.
Mulai dari daratan, hasil pertanian Indonesia melimpah, berbagai jenis flora
dan fauna yang langka di dunia kita punya. Itu baru berbicara dari daratan
saja, belum jika kita beranjak menuju lautan Indonesia. Sebagai negara dengan
dua pertiga wilayahnya laut Indonesia dan memiliki garis pantai terpanjang
kedua di dunia setelah Kanada, Indonesia memiliki kekayaan alam lautan yang
luar biasa.
Sebagai negara kepulauan
terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi sumberdaya kelautan yang sangat
potensial untuk dikembangkan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Luas
perairan Indonesia mencapai 5,8 juta km2
yang merupakan 75% dari seluruh wilayah, yang terdiri atas perairan nusantara
2,8 juta km2, perairan laut teritorial 0,3 juta km2, dan Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia (ZEEI) 2,7 juta km2 (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2001).
Salah satu bagian
terpenting dari kondisi geografis Indonesia sebagai wilayah kepulauan adalah
wilayah pantai dan pesisir dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Wilayah
pantai dan pesisir memiliki arti yang strategis karena merupakan wilayah
interaksi/peralihan (interface) antara ekosistem darat dan laut yang memiliki
sifat dan ciri yang unik, dan mengandung produksi biologi cukup besar serta
jasa lingkungan lainnya. Kekayaan sumber daya yang dimiliki wilayah tersebut
menimbulkan daya tarik bagi berbagai pihak untuk memanfaatkan secara langsung
karena secara sektoral memberikan sumbangan yang besar dalam kegiatan ekonomi
misalnya perikanan, kehutanan, industri, pariwisata dan lain-lain.
Laut inilah yang
menghidupi jutaan petani di Indonesia. Namun ada pekerjaan rumah yang harus
dilakukan oleh pemerintah, selain kesejahteraan nelayan yang masih jauh dari
harapan belakangan ini juga hasil laut yang terkadang tak sesuai harapan. Satu
yang menyebabkan ini terjadi karena adanya pencemaran lingkungan yang
mempengaruhi rantai sistem kehidupan di laut.
Pengelolaan yang
berlebihan terhadap sumber - sumber alam di daerah daratan akan memberikan
pengaruh yang panjang dan mengakibatkan efek kerusakan yang hebat di lautan.
Sebagai contoh, penebangan hutan - hutan yang tidak terkontrol akan menimbulkan
erosi yang cepat dan hilangnya berjuta- juta ton lapisan permukaan tanah
melalui aliran - aliran sungai dan kemudian akan masuk ke dalam laut. Sedimen -
sedimen yang terbentuk ini mungkin akan mengendap luas di daerah - daerah yang
berdekatan dengan mulut sungai, dimana hal ini dapat menutup dan merusak segala
terumbu karang. Eksploitasi yang berlebihan terhadap pohon - pohon bakau juga
akan merusak lingkungan hidup pantai. Hal ini akan menyebabkan hilangnya lumpur
- lumpur bakau yang merupakan tempat pemijahan dan pembesaran bagi ikan - ikan
komersial penting. Belum lagi pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh
manusia.
Salah satu hewan yang
dapat terpengaruh adalah benthos karena benthos merupakan hewan yang tinggal
menetap. Hewan benthos erat kaitannya dengan tersedianya bahan organic yang
terkandung dalam substrat, karena bahan organic merupakan sumber nutrient bagi
biota laut yang pada umumnya terdapat apda substrat dasar sehingga
ketergantungannya terhadap bahan organic sangat besar.
Hewan makrozoobentos
atau benthos ini mempunyai peranan sangat penting dalam siklus nutrient di
dasar perairan. Montagna menyatakan bahwa ekosistem perairan. Makrozoobentos
berperan sebagai salah satu mata rantai penghubung dalam aliran energi dan
sikslus dari alga planktonic sampai konsumen tingkat tinggi. Menurut Odum,
benthos merupakan organisme yang hidup di permukaan atau di dalam substrat
dasar perairan yang meliputi tumbuhan (fitobentos) dan hewan (zoobentos). Zoobentos
memegang beberapa peran penting di suatu perairan seperti dalam proses
dekomposisi dan mineralisasi material organic yang memasuki perairan, serta
menduduki beberapa tingkat trofik dalam rantai makanan.
Makrozoobentos
merupakan zoobenthos berukuran lebih dari 1 mm. Menurut Cummins makrozoobentos
dapat mencapai ukuran tubuh sekurang - kurangnya 3 - 5 mm saat pertumbuhannya
maksimum. Lebih lanjut disebutkan bahwa organisme yang termasuk makrozoobentos
diantaranya adalah Crustacea, Isopoda, Decapoda, Oligochaeta, Moluska,
Nematoda, dan Annelida.
Menurut Pennak,
berbagai jenis zoobentos ada yang berperan sebagai konsumen primer da nada pula
yang berperan sebagai konsumen sekunder atau konsumen yang menempati tempat
yang lebih tinggi. Pada umumnya, zoobentos merupakan makanan alami bagi ikan -
ikan di dasar perairan sungai dan pantai.
Zoobentos merupakan
makanan alami dan merupakan produsen primer pula. Dimana zoobentos yang
memiliki peran produsen primer ini terjadi pada daerah yang dangkal di perairan
pantai di mana terdapat cukup sinar matahari bagi tumbuh - tumbuhan untuk
melangsungkan proses fotosintesa. Seperti halnya yang terjadi pada fitoplankton
di dalam lautan, produksi akan tinggi pada tempat - tempat yang kaya akan bahan
- bahan organic. Sebagai contoh dalam hal ini ialah daerah estuarine. Daerah
ini kaya akan bahan - bahan organic yang berasal dari sungai - sungai di
sekitarnya yang selalu mengangkut bahan - bahan organic dari daratan dan
mempunyai nilai produksi yang tinggi antara 2,7 dan 5,5 gC/m2 /
hari.
Pada daerah dengan
kedalaman 0 - 30 meter inilah dihuni oleh hewan - hewan herbivore yang secara
langsung memakan tumbuh - tumbuhan hijau. Beberapa jenis keanekaragaman ikan
karang telah beradaptasi dengan kebiasaan ini. Sebagai contoh, surgeon fish
memotong algae (tumbuh - tumbuhan air) dari media yang keras dengan
mempergunakan mulut yang berbentuk seperti paruh.
Namun celakanya justru pencemaran
yang marak terjadi di Indonesia dimana sungai - sungai dan pantai sudah
tercemar dengan beragam limbah dan sampah. Sungai yang bermuara ke pantai
seakan menjadi tempat pembuangan sampah bagi masyarakat. Bagi pengusaha, sungai
juga dijadikan tempat pembuangan limbah perusahaan rumah tangga sampai
perusahaan industri yang besar.
Jika mengacu pada UU
No. 32 tahun 2009 mengenai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sudah
diatur bagaimana mekanisme pembuangan limbah dari hasil produksi melalui
analisis amdal pada pasal 22 UU No. 32 tahun 2009 disebutkan dalam pasal 22
tersebut “ setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap
lingkungan wajib memiliki amdal. Amdal ditentukan dengan beberapa kriteria
antara lain jumlah penduduk yang terkena dampak, luas wilayah yang terkena
dampak, intensitas dan lamanya terkena dampak, serta komponen lingkungan yang
terkena dampak.
Melihat peraturan
perundangan-undangan dengan realita di lapangan seolah terputar 180o.
Bagaimana tidak kita lihat saja sungai - sungai yang terletak di kawasan
industri di kota - kota besar nyaris semuanya sudah berubah warna menjadi
coklat kehitaman. Peraturan undang-undang yang seharusnya menjadi patokan
pemerintah untuk mengontrol keberlangsungan lingkungan utamanya perairan di
sungai yang bermuara di pantai hanya menjadi lembaran kertas dokumen negara
saja. Di lapangan lemahnya pengawasan oleh pemerintah membuat mereka bebas melakukan
pembuangan limbah industrinya ke sungai. Belum lagi ada oknum - oknum
pemerintah yang mendapat salam temple untuk memuluskan pengeluaran izin amdal
industri. Meskipun masyarakat mengeluh dan berteriak rasanya susah jika harus
pemerintah bertindak, terlebih dengan rekanan sudah duduk nyaman dengan
mendapatkan jatah hidangan yang ada.
Tak hanya soal
pembuangan limbah ancaman pengrusakan sistem kehidupan dan mata rantai di
perairan juga dilakukan oleh masyarakat sendiri. Pembuangan sampah pada sungai
dan lautan sebagaimana yang terjadi kebanyakan di Indonesia juga dikategorikan
pelanggaran, sebagaimana diatur dalam UU No. 32 tahun 2009 pasal 69.
Sampah - sampah yang
mengandung kotoran minyak kadang - kadang dibuang begitu saja ke dalam laut
melaui sistem daerah aliran sungai. Sampah - sampah ini kemungkinan mengandung
logam berat dengan konsentrasi yang tinggi. Tetapi umumnya mereka kaya akan
bahan - bahan organic, sehingga akan memperkaya kandungan zat - zat makanan
pada suatu daerah yang tercemar yang membuat kondisi lingkungan menjadi lebih
baik bagi pertumbuhan mikroorganisme.
Aktivitas pernapasan
dari organisme ini sering membuat makin menipisnya kandungan oksigen khususnya
pada daerah yang terletak di perairan semi tertutup seperti di daerah estuarine.
Hal seperti ini kemungkinan mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan tumbuh
- tumbuhan dan hewan yang hidup di tempat tersebut. Akibatnya dalam keadaan
yang paling ekstrim jumlah spesies yang ada pada daerah ini akan berkurang
secara drastic dan dapat mengakibatkan bagian dasar daerah estuarine kehabisan
oksigen. Keadaan seperti ini akhirnya menyebabkan mikrofauna yang hidup disini
hanya dari golongan cacing saja.
Padahal yang terjadi
spesies seperti makrozoobentos tadi hidup di dasar sungai dan daerah estuarine
dimana juga membutuhkan oksigen untuk bernafas. Logikanya begini makrozoobentos
merupakan makanan alami bagi ikan - ikan di daerah aliran sungai, daerah
estuarine, dan sekitar pantai dengan kedalaman 0 - 30 meter. Jika oksigen itu
tidak terdapat di dasar maka makrozoobentos akan dengan sendiri matinya, jika
sudah mati lalu bagaimana nasib spesies ikan - ikan yang menggantungkan
hidupnya dari makrozoobentos? Pilihannya tentu bertransmigrasi atau akan mati
karena ketiadaan stok makanan pokok.
Hal inilah yang
menyebabkan ikan - ikan di sekitar pantai dan daerah estuarine berkurang.
Dampaknya bagi nelayan saat ini harus mencari ikan hingga bermil - mil jauhnya
dari daratan karena jauh berkurangnya spesies ikan di daerah pertemuan arus
laut dan sungai.
Belum lagi jika
ditambah bahan berbahaya dan beracun lainnya macam minyak, pestisida, dan logam
berat lainnya. Akibatnya ikan - ikan dan hewan laut yang kita konsumsi akan
tercemar dengan bahan berbahaya tersebut. Dampaknya dikhawatirkan bisa seperti
yang terjadi di Teluk Minamata Jepang pada tahun 1953 sampai 1960 dimana lebih
kurang 100 orang telah menjadi korban. Dari korban - korban ini ada yang
meninggal atau mengalami cacat untuk seumur hidup. Mereka kebanyakan keracunan
karena memakan kerang yang telah tercemar oleh hasil buangan dari pabrik -
pabrik yang membuat acetylene dari
acetaldehyde.
Kasus di atas merupakan
contoh bagaimana pemeliharaan lingkungan yang tidak diperhatikan. Bukan tidak
mungkin kasus seperti itu juga terjadi di Indonesia. Kepekaan dan kesadaran
masyarakat merupakan hal utama dari partisipasi untuk menjaga lingkungan.
Disamping itu kebijakan politik yang disusun juga harus berpihak kepada
lingkungan perairan. Karena jika melihat pembangunan yang terjadi di seluruh
daerah di Indonesia, acap kali mengesampingkan itu.
Sebagai negara yang
luas perairan lautnya mencapai 2/3 dari wilayah total pemerintah diharapkan
serius untuk menjaga perairan dari pencemaran. Supaya rantai makanan yang sudah
ada di alam dapat terjaga, yang pada akhirnya menjadi asset negara juga.
Tindakan pemerintah dengan menuangkan peraturan untuk mengatur lingkungan hidup
pada UU No .32 tahun 2009 dan No. 27 tahun 2007 mengenai pengelolaan pesisir
dan pulau - pulau kecil patut kita apresiasi dan kita dukung mewujudkannya.
Namun disisi lain upaya
di lapangan untuk pengaplikasian kedua aturan hukum tersebut masih menjadi
pekerjaan rumah bersama. Harus ada upaya bersama antara pemerintah, masyarakat,
dan swasta untuk sadar menjaga lingkungan hidup utamanya lingkungan perairan
agar biota perairan dari sungai, lau, danau, dan sebagainya tidak cepat punah
hanya karena pengelolaan yang kurang cermat.
Di akhir ini kami
menyimpulkan makrozoobentos merupakan spesies yang merupakan rantai pertama
dari rantai makanan di ekosistem perairan. Dimana makrozoobentos ini perlu juga
oksigen untuk hidup, maka bila air sudah tercemar otomatis oksigen yang ada
tidak dapat masuk hingga mencapai dasar perairan dimana makrozoobentos itu
hidup. Jika ini sudah terjadi maka makrozoobentos akan hilang sehingga
mengakibatkan ikan tidak memiliki makanan. Jika sudah begini ikan akan mati
atau pergi yang berdampak pada nelayan yang susah untuk mencari ikan di sekitar
pantai. Meskipun ada ikan, jika perairan laut tercemar dari aliran sungai
secara otomatis ikan yang tersedia akan terkandung zat - zat berbahaya jika dikonsumsi
manusia. Bukan tidak mungkin dari sanalah korban jiwa manusia akan terjadi seperti
halnya di Teluk Minamata, Jepang. Dari sanalah peran negara seharusnya hadir
untuk menjaga dan menyelamatkan rakyatnya, seperti dikatakan Immanuel Kant,
dimana negara ibarat sebagai penjaga malam yang melindungi rakyatnya dari
bahaya, termasuk dari bahaya zat - zat berbahaya dari ikan yang terkena dampak
dari pencemaran perairan.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Bintal. Nurrachmi, Irvina dkk, 2012. Kandungan
Bahan Organik Sedimen dan Kelimpahan Makrozoobenthos Sebagai Indikator
Pencemaran Perairan Pantai Tanjung Uban Kepulauan Riau. Jurnal Perikanan, (1) :
1-2
Hutabara, Sahala. dan Evans M, Stewarts, 2012. Pengantar
Oseanografi. Jakarta : UI Press
Pusat Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan, 2011.
Laporan Pemantauan Kualitas Air Laut di Indonesia. Jakarta : Kementerian
Lingkungan Hidup
Suartini, Ni Made. Sudatri, Wayan, dkk, 2007.
Identifikasi Makrozoobentos Di Tukan Bausan, Desa Pererenan, Kabupaten Badung,
Bali. Jurnal Ilmiah Ecotropik 5, (1) : 41 - 42