Kamis, 11 Juli 2013

Menjemput Ridho-Mu

Dalam sunyi ku menghadap
Dalam suka ku bersimpuh
Dalam duka ku mengeluh
Padamu Ya Rabb..
Sosok Tuhan Penguatku
Penerang di setia;p jalan hidup
Di bulan ini ku jemput ridho-Mu
Ketika jiwa yang lelah
Ketika hati yang sedang amarah
Ketika semua masalah bercampur menjadi satu
Dan aku masih terus mengabdi pada-Mu
Meneruskan segala langkah kaki yang telah ku ukir
Meski dengan segala noda
Ku kan berusaha untuk menjadi seorang hamba-Mu
Hamba yang selalu bersimpuh
Dan menjadi hamba pencari ridho-Mu
Di bulan penuh berkah ini
Ku jalani sisa umurku untuk-Mu
Dengan segala manfaat yang ku kirim
Izinkan hamba-Mu terus bersimpuh saat ini dan seterusnya
Tuk mencari ridho-Mu...

Bojonegoro, 12 Juli 2013, 09.52
Kantor KPUD Bojonegoro

Senin, 01 Juli 2013

2013, Tahun Puncak Politik Indonesia


Tahun 2013 menjadi tahun yang mungkin diibaratkan mendidihnya suhu politik di negeri ini. Bagaimana tidak di tiga bulan pertama fenomena – fenomena politik dibumbui dengan factor hukum begitu kental menggerus. Jika ibarat sebuah film drama tahun 2013 ini merupakan salah satu puncak klimaks dari konflik yang terjadi di belantika perpolitikan di Indonesia.
Mengawali pergantian tahun ke 2013 publik dihebohkan dengan aroma perpecahan di Partai non parlemen yang lolos klarifikasi peserta Pemilu 2014 Partai Nasdem. Dimana Hary Tanoesudibjo yang merupakan tokoh sentral di partai berlambang matahari ini mengundurkan diri di akhir tahun disusul oleh beberapa kader lainnya mulai dari sekjen partai hingga Ketua DPD Nasdem Jawa Timur. Sontak goyangan politik Bos MNC Grup ini mengundang banyak Tanya di benak public, apa yang terjadi di internal Partai Nasdem ini. Di saat peperangan akan segera dimulai mereka justru turun mesin ketika ditinggal sejumlah tokoh sentralnya.
Tak berapa lama kemudian kembali parpol peserta Pemilu 2014 PKS menjadi sorotan public ketika Presidennya Lutfi Hasan Ishaq ditetapkan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) menjadi tersangka kasus dugaan suap kuota impor daging sapi. PKS yang semula gencar mengusung konsep kejujuran pun bobol juga. Publik pun heran dan dibuat tak percaya dengan apa yang selama ini telah dijual oleh PKS. Belum lagi kemungkinan posisi Menteri Pertanian Suswono yang berasal dari PKS juga rentan terseret di pusaran arus, serta anak dari Dewan Majelis Tinggi PKS Hilmi Aminnudin Ridwan Hakim. Beruntung, usai Lutfi Hasan Ishaq memutuskan mundur sebagai Presiden PKS usai ditetapkan sebagai tersangka, respon cepat langsung diambil oleh Majelis Tinggi PKS dengan menetapkan Anis Mata yang sebelumnya duduk sebagai Sekjen PKS dan Wakil Ketua DPR RI sebagai Presiden PKS, otomatis Anis pun memutuskan mundur sebagai Wakil Ketua DPR RI. Dibawah pimpinan Anis Mata PKS langsung memprogramkan bersih – bersih besar – besaran untuk menjaga integritas partai.
Bergeser ke bulan 2 Februari dimana public dibuat geger dengan bocornya draf surat perintah penyidikan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi suap mobil Toyota Harrier oleh PT Adhi Karya selaku perusahaan pemenang tender proyek pembangunan sport centre di Desa Hambalang, Kabupaten Bogor. Sebelum kasus sprindik ini bocor, Ketua Majleis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono telah meminta Anas focus untuk mengurusi urusan hukumnya meskipun saat itu Anas belum memiliki status apa – apa. Pada akhirnya bom waktu itu meletusnya juga tepat pada hari Jum’at tanggal 22 Februari KPK menetapkan Anas sebagai tersangka. Usai ditetapkan sebagai tersangka Anas merespon dengan memberikan keterangan sekaligus pidato pengunduran dirinya pada sehari setelahnya dan memberikan keterangan ini baru halaman pertama. Sontak pidato di Kantor DPP Demokrat itu mengundang teka teki bahwa Anas mengetahui seluk beluk aliran dana Hambalang bahkan mungkin juga kasus Bail Out Bank Century.
Berbeda dengan PKS ketika Presidennya ditetapkan sebagai tersangka, langusng mengganti pucuk pimpinannya, Partai Demokrat terkesan lambat dan sseakan santai jalan di tempat dalam memutuskan pucuk pimpinan. Memang keputusan ini tak lepas dari pertimbangan Sang Ketua Majelis Tinggi Partai SBY yang memang memilih untuk berhati – hati dan tidak berani mengambil resiko besar dalam setiap keputusannya.
Selain dinamika di tiga parpol tersebut, masih ada dinamika perpolitikan di daerah. Dimana pada tahun 2013 ini beberapa daerah menggelar pilihan gubernur hingga pilihan bupati atau walikota. Dari beberapa daerah tersebut yang sudah menyelenggarakan pesta demokrasinya Jawa Barat merupakan salah satunya. Minggu, 24 Februari jutaan masyarakat Jawa Barat memilih pemimpinnya. Hal yang menari dari pilkada Jawa Barat ini ada 3 selebritis yang turut berpartisipasi di dalamnya, Rieke Dyah Pitaloka atau yang akrab dengan “Si Oneng” pada sinetron Bajaj Bajuri maju sebagai calon Gubernur berpasangan dengan Teten Masduki, Dede Yusuf yang merupakan actor dan yang masih menjabat Wakil Gubernur maju sebagai Cagub berpasangan dengan Leks Lasmana, dan sang incumbent Ahmad Heryawan yang berpasangan dengan Aktor senior Deddy Mizwar yang melejit dengan sinetron Para Pencari Tuhan.
Tercatat beberapa daerah Provinsi yang memiliki penduduk besar mengadakan hajatan demokrasinya di tahun yang sama, Bali, Jawa Tengah, Sumatera Selatan, hingga nanti Jawa Timur dan beberapa provinsi lain juga menggelar hajatan pesta demokrasinya tahun ini. Di tingkat kabupaten/kotamadya tercatat lebih banyak, seperti Kabupaten Kudus, Kota Malang, Kota Bandung, Kabupaten Jombang, dan lain - lain. Bahkan tak hanya di tingkat kabupaten/kota hajatan demokrasi juga menyebar sampai ke tingkat desa, tercatat di provinsi Jawa Timur saja serentak diselenggarakan di daerah Kabupaten Malang, Kota Batu, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Sampang dan lain - lain. Pergolakan politik di tingkat daerah inilah yang terakumulir secara nasional sebagai sebuah langkah menuju tahun 2014.
Belum lagi jika melihat kebijakan pemerintahan yang menaikkan harga BBM dengan dalih penyesuaian APBN terhadap subsidi yang dikeluarkan negara kepada masyarakat yang kurang tepat sasaran. Diwarnai dengan perpecahan koalisi pada akhirnya pemerintah tetap menaikkan BBM meskipun salah satu dari anggota koalisinya PKS menolak dengan tegas. Bahkan aksi penolakan PKS sudah jauh ketika wacana penyesuaian harga BBM dicanangkan, PKS beralasan ini demi masyarakat dan mencegah terjadi inflasi secara tinggi akibat kenaikan harga BBM yang diikuti harga - harga lain dan menjelang masuknya bulan Ramadhan. Banyak pihak melihat sikap PKS bentuk dari pencitraan di tengah merosotnya elektabilitas partai karena kasus suap daging impor yang melibatkan mantan Presiden PKS Lutfi Hasan Ishaq, yang pada perkembangannya beberapa elite parpol juga diduga terlibat. Dari sanalah PKS mencoba untuk memperbaiki citra melalui spanduk penolakan kenaikan BBM di berbagai daerah di Indonesia.
Tak hanya karena kebijakan menaikkan tarif BBM, kebijakan BLSM sebagai bantuan dari pemerintah menyiasati kenaikan BBM dan kemungkinan besar diiringi kenaikan bahan pokok lainnya juga menimbulkan aroma politis sendiri. Bantuan Langsung Sementara Masyarakat atau yang diplesetkan menjadi “BALSEM” ini banyak yang kurang tepat sasaran. Menjelang pemilu presiden dan legislatif pemberian BLSM memang rawan dijadikan alat untuk meraih dukungan politik.
Imbas dari tahun puncak politik juga tampak dari sudah dimulainya pencitraan secara intens di publik baik yang melalui media massa maupun yang melalui media spanduk, banner, bendera di tempat - tempat umum. Dari sanalah sebenarnya lembaga yang terkait baik itu KPI yang mengawasi penyiaran di Indonesia harus membuat aturan bekerjasama dengan DPR RI dan KPU karena jika tidak dibuat aturan yang menyangkut publikasi ini bisa terkesan seenaknya dan akan ada pihak - pihak yang merasa dirugikan dari publikasi tersebut.
Bagaimanapun tahun 2013 merupakan tes kedewasaan masyarakat dalam berpolitik dan berdemokrasi secara baik. Jika di tahun 2013 dengan tingkat pemilihan - pemilihan baik di tingkat provinsi, kabupaten/kotamadya, hingga tingkat desa masih diwarnai kecurangan - kecurangan dan berujung konflik yang sifatnya horizontal bisa jadi alamat lebih parah akan terjadi di 2014. Pemerintah dan masyarakat sudah seharusnya bersinergi untuk melakukan upaya terbaik untuk menjaga ketentraman bersama, jangan sampai dari persoalan sederhana “pil - pil” dapat menyebabkan amputasi di salah satu pihak.


Minggu, 16 Juni 2013

Kebijakan Proteksi : Solusi Penyelamatan Perdagangan Bebas

Salah satu perdebatan besar dalam ekonomi meliputi kontroversi perdagangan bebas adalah peran seperti apa bagi negara untuk melakukan proteksi. Perdagangan bebas versus proteksi, proteksi inilah yang seharusnya dilakukan oleh negara untuk mengurangi dampak dari perdagangan bebas.
Dengan melakukan tindakan proteksi ini dampaknya akan menyelamatkan pekerjaan banyak orang. Logikanya ketika kita membeli barang dan produk asing, produsen domestic akan menderita. Kesadaran bahwa berkembangnya suatu industri yang keahliannya menjadi tidak terpakai atau yang tunjangan pensiunnya bilang ketika perusahaannya mendadak menutup pabrik atau bangkrut. Masalah sosial dan pribadi terjadu cukup signifikan yang disebabkan oleh pengangguran industri, keahlian yang ketinggalan zaman, dan kebangkrutan akibat persaingan asing.
Masalah ini bisa ditangani dengan dua cara. Pemerintah bisa melarang impor dan mengorbankan keuntungan dari perdagangan bebas, menyatakan bahwa pemerintah bersedia membayar harga lebih tinggi untuk menyelamatkan pekerjaan dalam negeri di industri yang bisa berproduksi lebih efisien di luar negeri, atau kita bisa membantu korban perdagangan bebas dengan cara konstruktif, melatih mereka lagi untuk pekerjaan yang prospektif.
Selain untuk proteksi tenaga kerja lokal, proteksi dapat melindungi keamanan nasional. Selain menyelamatkan lapangan pekerjaan, sektor tertentu dalam perekonomian mungkin meminta produksi karena alasan lain. Proteksi pula juga dapat memperlemah ketergantungan, terkait erat dengan argument pertahanan nasional adalah klaim bahwa negara - negara, khususnya negara berkembang atau kecil, mungkin terlalu mengandalkan salah satu mitra dagang atau lebih untuk banyak barang. Jika suatu negara kecil sangat mengandalkan makanan atau energi atau beberapa bahan mentah penting dimana negara besar punya keunggulan komperatif, mungkin sulit bagi negara kecil tersebut untuk tetap netral secara politik. Beberapa kritikus perdagangan bebas berpendapat bahwa negara - negara yang lebih besar, seperti Amerika Serikat, Rusia, dan Cina, secara sadar terlibat dalam perdagangan dengan negara - negara yang lebih kecil untuk menciptakan jenis ketergantungan ini.
Keempat, proteksi terhadap perdagangan bebas akan melindungi industri muda. Industri muda di negara tertentu mungkin mengalami masa sulit untuk bersaing dengan industri mapan di negara lain. Dalam dunia yang dinamis, industri muda dapat menjadi matang dalam industri yang kuat di seluruh dunia karena keunggulan komparatif, dan riil, yang diperoleh. Jika industri seperti ini diperlemah dan didepak dari pasar ekonomi nasional pada awal kehidupannya, keunggulan komperatif mungkin tidak akan pernah berkembang.

Referensi

Case, Karl E. dan Fair, Ray C., 2006. Case Fair : Prinsip Ekonomi. New Jersey :  Erlangga

Menegakkan Pancasila Dalam Sistem Perekonomian Indonesia

Di dunia ini ada beberapa ideologi yaitu ideologi liberalisme, kapitalisme, sosialisme, marxisme dan lain - lain. Negara Indonesia sendiri menganut ideologi tersendiri dan berbeda dibandingkan negara - negara lain. Ideologi pancasila merupakan reaksi terhadap ideologi yang ada di barat maupun timur pada waktu itu, yang menurut pengamatan para pembentuk Undang - Undang Dasar 1945 tidak sesuai dengan bagi bangsa Indonesia, melihat pengalaman nyata dari praktik ideologi tersebut di tempat asalnya masing - masing. Ideologi pancasila bersumber pada cara pandang integralistik (Indonesia) yang mengutamakan gagasan tentang negara (staatsidee) yang bersifat persatuan. Pancasila merupakan salah satu ideologi yang berasal dari cerminan budaya bangsa.
Sila - sila yang ada di pancasila merupakan cerminan budaya bangsa yang sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Dari lima sila yang ada sila terakhir yang berbunyi keadilan sosial bagi seluruh Indonesia, memang begitu terkait akan permasalahan pada bidang perekonomian termasuk kaitannya dengan memasuki era perdagangan bebas ASEAN - China melalui penandatangan CAFTA. 
Disinilah pentingnya relavansi pembangunan berasaskan ideologi pancasila. Mengedepankan ekonomi pancasila sebagai media untuk mengenali bekerjanya paham dan moral ekonomi yang akhir - akhir ini cenderung bercirikan neoliberal kapitalistik. Profesor Mubiyanto merumuskan ekonomi pancasila sebagai sistem ekonomi yang bermoral pancasila, dengan lima platform sebagai manifestasi sila - sila pancasila yaitu moral agama, moral kemerataan sosial, moral nasionalisme ekonomi, moral kerakyatan, dan moral keadilan sosial. Ekonomi pancasila merupakan prinsip - prinsip moral (ideologi) ekonomi yang berasal dari etika dan falsafah pancasila. Oleh karena itu, selain berisi cita - cita visioner terwujudnya keadilan sosial, beliau juga mengangkat realitas sosio- kultur ekonomi rakyat Indonesia, sekaligus rambu - rambu yang bernilai sejarah untuk tidak terjerumus pada paham liberalism dan kapitalisme.
Lalu, apa bukti platform Ekonomi Pancasila relevan dengan kondisi sosial-ekonomi kita saat ini?  Di tengah pesatnya perkembangan ilmu (ideologi) ekonomi global yang sudah semakin mengarah pada ‘keyakinan’ layaknya agama (Nelson, 2001), rasanya tidak sulit mengamati ekses dari kecenderungan global tersebut di Indonesia. Relevansi Ekonomi Pancasila dapat  ‘dideteksi’ dari tiga kontek yang berkaitan yaitu cita-cita ideal pendiri bangsa, praktik ekonomi rakyat, dan praktek ekonomi aktual yang ‘menyimpang’ karena berwatak liberal, individualis, dan kapitalistik. Semua itu terangkum dalam kajian lima platform Ekonomi Pancasila yang bersifat holistik dan visio-revolusioner (Mubyarto,Ekonomi Pancasila, 2003).
Platform pertama Ekonomi Pancasila yaitu moral agama, yang mengandung prinsip “roda kegiatan ekonomi bangsa digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial, dan moral”. Pada awalnya founding fathers kita merumuskan ‘politik kemakmuran’, ‘keadilan sosial’, dan  ‘pembangunan karakter’ (character building) bangsa yang dilandasi semangat penerapan ajaran moral dan agama. Itu berarti pembangunan ekonomi harus beriringan dengan pembangunan moral atau karakter bangsa, dan ditujukan untuk menjamin keadilan antar sesama makhluk ciptaan Allah, tidak sekedar pembangunan materiil semata. Inilah moral ekonomi rakyat yang tidak sekedar mencari untung, melainkan memperkuat silaturahmi, menegakkan hukum-hukum Allah (syari’ah), dan memperhatikan kepentingan sosial.
Platform kedua adalah “kemerataan sosial, yaitu ada kehendak kuat warga masyarakat untuk mewujudkan kemerataan sosial, tidak membiarkan terjadi dan berkembangnya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial”. Gagasan ini sudah lama tertuang dalam bagian penjelasan Pasal 33 UUD 45 yang sudah diamandemen dalam konsep ‘kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang’. Sampai saat ini masih sulit meyakini realisasi semangat tersebut karena setiap upaya ‘memakmurkan ekonomi’ ternyata yang lebih merasakan dampaknya tetap saja ‘orang besar’ baik pengusaha ataupun pejabat pemerintahan. Masih saja ketimpangan sosial-ekonomi susah untuk diperkecil.
Platform ketiga adalah “nasionalisme ekonomi; bahwa dalam era globalisasi makin jelas adanya urgensi terwujudnya perekonomian nasional yang kuat, tangguh, dan mandiri”. Platform ini sejalan dengan konsep founding fathers kita, khususnya Bung Karno dan Bung Hatta, perihal  ‘politik-ekonomi berdikari’ yang bersendikan usaha mandiri (self-help), percaya diri (self reliance), dan pilihan kebijakan luar negeri bebas-aktif. Kemandirian bukan saja menjadi cita-cita akhir pembangunan nasional, melainkan juga prinsip yang menjiwai setiap proses pembangunan itu sendiri. Ini mensyaratkan bahwa pembangunan ekonomi haruslah didasarkan pada kekuatan lokal dan nasional untuk tidak hanya mencapai ‘nilai tambah ekonomi’ melainkan juga ‘nilai tambah sosial-kultural’, yaitu peningkatan martabat dan kemandirian bangsa (Swasono, 2003). Oleh karena itu pokok perhatian seharusnya diberikan pada upaya pemberdayaan ekonomi rakyat sebagai tulang punggung ekonomi nasional. Ekonomi rakyatlah yang bersifat mandiri, tidak ‘menyusahkan’ atau ‘membebani’ ekonomi nasional di saat krisis, sehingga ‘daya tahan’ekonomi mereka tidak perlu diragukan lagi.
Platform keempat adalah “demokrasi ekonomi berdasar kerakyatan dan kekeluargaan; koperasi dan usaha-usaha kooperatif menjiwai perilaku ekonomi perorangan dan masyarakat”. Prinsip ini dijiwai oleh semangat Pasal 33 UUD 1945 yang kini sudah berganti menjadi UUD 2002  (amandemen keempat). Perubahan ini telah menghilangkan seluruh penjelasan UUD 1945 termasuk penjelasan Pasal 33 yang berisikan prinsip-prinsip demokrasi ekonomi dan landasan konstitusional koperasi. Oleh karena itu, upaya penegakan demokrasi ekonomi nampaknya berhadapan dengan upaya-upaya untuk memperjuangkan pasar bebas, yang menjadi senjata penganut paham liberalisme dan kapitalisme. Isu-isu yang kemudian dicuatkan diantaranya adalah privatisasi BUMN dan liberalisasi impor.
 Platform kelima (terakhir) adalah “keseimbangan yang harmonis, efisien, dan adil antara perencanaan nasional dengan desentralisasi ekonomi dan otonomi yang luas, bebas, dan bertanggungjawab, menuju pewujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Tujuan keadilan sosial juga mencakup keadilan antar wilayah (daerah), yang memungkinkan seluruh wilayah di Indonesia berkembang sesuai potensi masing-masing. Oleh karena itu pengalaman pahit sentralisasi politik-ekonomi era Orde Baru dapat kita jadikan pelajaran untuk menyusun strategi pembangunan nasional. Inilah substansi Negara Kesatuan yang tidak membiarkan terjadinya ketimpangan sosial-ekonomi antardaerah melalui pemusatan aktivias ekonomi oleh pemerintah pusat, dan di pusat pemerintahan. Paradigma yang kemudian dibangun adalah pembangunan Indonesia, bukannya pembangunan di Indonesia seperti yang dilakukan Orde Baru dengan pahamdevelopmentalism yang netral visi dan misi (Swasono, 2003).
Gagasan para pendiri bangsa kita yang sejalan dengan praktek ekonomi rakyat dan menentang keras praktek ekonomi yang neo-liberal-kapitalistik kiranya menyadarkan kita akan perlunya perombakan sistem ekonomi tersebut. Inilah relevansi lima platform ekonomi pancasila yang dapat menjadi panduan (guidance) bagi pergantian sistem dan ideologi ekonomi menjadi ekonomi yang lebih bermoral, berkerakyatan, dan berciri ‘ke- Indonesia-an’, sehingga lebih menjamin upaya pewujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.



Sentosa, Awan, 2004. Relevansi Platform Ekonomi Pancasila Menuju Penguatan Peran Ekonomi Rakyat. Jurnal Ekonomi Rakyat
Wahjono, Padmo, 2008. Pengantar ilmu Politik. Jakarta : PT Raja Grafindo  Persada

Rabu, 12 Juni 2013

Hilangnya Makrozoobentos Sebagai Produsen Primer Rantai Makanan di Perairan Akibat Pencemaran Lingkungan


Indonesia tampaknya sudah ditakdirkan menjadi negeri yang kaya akan sumber daya alam oleh Tuhan. Mulai dari daratan, hasil pertanian Indonesia melimpah, berbagai jenis flora dan fauna yang langka di dunia kita punya. Itu baru berbicara dari daratan saja, belum jika kita beranjak menuju lautan Indonesia. Sebagai negara dengan dua pertiga wilayahnya laut Indonesia dan memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada, Indonesia memiliki kekayaan alam lautan yang luar biasa.
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi sumberdaya kelautan yang sangat potensial untuk dikembangkan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Luas perairan Indonesia mencapai 5,8  juta km2 yang merupakan 75% dari seluruh wilayah, yang terdiri atas perairan nusantara 2,8 juta km2, perairan laut teritorial 0,3 juta km2, dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) 2,7 juta km2 (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2001).
Salah satu bagian terpenting dari kondisi geografis Indonesia sebagai wilayah kepulauan adalah wilayah pantai dan pesisir dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Wilayah pantai dan pesisir memiliki arti yang strategis karena merupakan wilayah interaksi/peralihan (interface) antara ekosistem darat dan laut yang memiliki sifat dan ciri yang unik, dan mengandung produksi biologi cukup besar serta jasa lingkungan lainnya. Kekayaan sumber daya yang dimiliki wilayah tersebut menimbulkan daya tarik bagi berbagai pihak untuk memanfaatkan secara langsung karena secara sektoral memberikan sumbangan yang besar dalam kegiatan ekonomi misalnya perikanan, kehutanan, industri, pariwisata dan lain-lain.
Laut inilah yang menghidupi jutaan petani di Indonesia. Namun ada pekerjaan rumah yang harus dilakukan oleh pemerintah, selain kesejahteraan nelayan yang masih jauh dari harapan belakangan ini juga hasil laut yang terkadang tak sesuai harapan. Satu yang menyebabkan ini terjadi karena adanya pencemaran lingkungan yang mempengaruhi rantai sistem kehidupan di laut.
Pengelolaan yang berlebihan terhadap sumber - sumber alam di daerah daratan akan memberikan pengaruh yang panjang dan mengakibatkan efek kerusakan yang hebat di lautan. Sebagai contoh, penebangan hutan - hutan yang tidak terkontrol akan menimbulkan erosi yang cepat dan hilangnya berjuta- juta ton lapisan permukaan tanah melalui aliran - aliran sungai dan kemudian akan masuk ke dalam laut. Sedimen - sedimen yang terbentuk ini mungkin akan mengendap luas di daerah - daerah yang berdekatan dengan mulut sungai, dimana hal ini dapat menutup dan merusak segala terumbu karang. Eksploitasi yang berlebihan terhadap pohon - pohon bakau juga akan merusak lingkungan hidup pantai. Hal ini akan menyebabkan hilangnya lumpur - lumpur bakau yang merupakan tempat pemijahan dan pembesaran bagi ikan - ikan komersial penting. Belum lagi pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh manusia.
Salah satu hewan yang dapat terpengaruh adalah benthos karena benthos merupakan hewan yang tinggal menetap. Hewan benthos erat kaitannya dengan tersedianya bahan organic yang terkandung dalam substrat, karena bahan organic merupakan sumber nutrient bagi biota laut yang pada umumnya terdapat apda substrat dasar sehingga ketergantungannya terhadap bahan organic sangat besar.
Hewan makrozoobentos atau benthos ini mempunyai peranan sangat penting dalam siklus nutrient di dasar perairan. Montagna menyatakan bahwa ekosistem perairan. Makrozoobentos berperan sebagai salah satu mata rantai penghubung dalam aliran energi dan sikslus dari alga planktonic sampai konsumen tingkat tinggi. Menurut Odum, benthos merupakan organisme yang hidup di permukaan atau di dalam substrat dasar perairan yang meliputi tumbuhan (fitobentos) dan hewan (zoobentos). Zoobentos memegang beberapa peran penting di suatu perairan seperti dalam proses dekomposisi dan mineralisasi material organic yang memasuki perairan, serta menduduki beberapa tingkat trofik dalam rantai makanan.
Makrozoobentos merupakan zoobenthos berukuran lebih dari 1 mm. Menurut Cummins makrozoobentos dapat mencapai ukuran tubuh sekurang - kurangnya 3 - 5 mm saat pertumbuhannya maksimum. Lebih lanjut disebutkan bahwa organisme yang termasuk makrozoobentos diantaranya adalah Crustacea, Isopoda, Decapoda, Oligochaeta, Moluska, Nematoda, dan Annelida.
Menurut Pennak, berbagai jenis zoobentos ada yang berperan sebagai konsumen primer da nada pula yang berperan sebagai konsumen sekunder atau konsumen yang menempati tempat yang lebih tinggi. Pada umumnya, zoobentos merupakan makanan alami bagi ikan - ikan di dasar perairan sungai dan pantai.
Zoobentos merupakan makanan alami dan merupakan produsen primer pula. Dimana zoobentos yang memiliki peran produsen primer ini terjadi pada daerah yang dangkal di perairan pantai di mana terdapat cukup sinar matahari bagi tumbuh - tumbuhan untuk melangsungkan proses fotosintesa. Seperti halnya yang terjadi pada fitoplankton di dalam lautan, produksi akan tinggi pada tempat - tempat yang kaya akan bahan - bahan organic. Sebagai contoh dalam hal ini ialah daerah estuarine. Daerah ini kaya akan bahan - bahan organic yang berasal dari sungai - sungai di sekitarnya yang selalu mengangkut bahan - bahan organic dari daratan dan mempunyai nilai produksi yang tinggi antara 2,7 dan 5,5 gC/m2 / hari.
Pada daerah dengan kedalaman 0 - 30 meter inilah dihuni oleh hewan - hewan herbivore yang secara langsung memakan tumbuh - tumbuhan hijau. Beberapa jenis keanekaragaman ikan karang telah beradaptasi dengan kebiasaan ini. Sebagai contoh, surgeon fish memotong algae (tumbuh - tumbuhan air) dari media yang keras dengan mempergunakan mulut yang berbentuk seperti paruh.
Namun celakanya justru pencemaran yang marak terjadi di Indonesia dimana sungai - sungai dan pantai sudah tercemar dengan beragam limbah dan sampah. Sungai yang bermuara ke pantai seakan menjadi tempat pembuangan sampah bagi masyarakat. Bagi pengusaha, sungai juga dijadikan tempat pembuangan limbah perusahaan rumah tangga sampai perusahaan industri yang besar.
Jika mengacu pada UU No. 32 tahun 2009 mengenai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sudah diatur bagaimana mekanisme pembuangan limbah dari hasil produksi melalui analisis amdal pada pasal 22 UU No. 32 tahun 2009 disebutkan dalam pasal 22 tersebut “ setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan wajib memiliki amdal. Amdal ditentukan dengan beberapa kriteria antara lain jumlah penduduk yang terkena dampak, luas wilayah yang terkena dampak, intensitas dan lamanya terkena dampak, serta komponen lingkungan yang terkena dampak.
Melihat peraturan perundangan-undangan dengan realita di lapangan seolah terputar 180o. Bagaimana tidak kita lihat saja sungai - sungai yang terletak di kawasan industri di kota - kota besar nyaris semuanya sudah berubah warna menjadi coklat kehitaman. Peraturan undang-undang yang seharusnya menjadi patokan pemerintah untuk mengontrol keberlangsungan lingkungan utamanya perairan di sungai yang bermuara di pantai hanya menjadi lembaran kertas dokumen negara saja. Di lapangan lemahnya pengawasan oleh pemerintah membuat mereka bebas melakukan pembuangan limbah industrinya ke sungai. Belum lagi ada oknum - oknum pemerintah yang mendapat salam temple untuk memuluskan pengeluaran izin amdal industri. Meskipun masyarakat mengeluh dan berteriak rasanya susah jika harus pemerintah bertindak, terlebih dengan rekanan sudah duduk nyaman dengan mendapatkan jatah hidangan yang ada.
Tak hanya soal pembuangan limbah ancaman pengrusakan sistem kehidupan dan mata rantai di perairan juga dilakukan oleh masyarakat sendiri. Pembuangan sampah pada sungai dan lautan sebagaimana yang terjadi kebanyakan di Indonesia juga dikategorikan pelanggaran, sebagaimana diatur dalam UU No. 32 tahun 2009 pasal 69.
Sampah - sampah yang mengandung kotoran minyak kadang - kadang dibuang begitu saja ke dalam laut melaui sistem daerah aliran sungai. Sampah - sampah ini kemungkinan mengandung logam berat dengan konsentrasi yang tinggi. Tetapi umumnya mereka kaya akan bahan - bahan organic, sehingga akan memperkaya kandungan zat - zat makanan pada suatu daerah yang tercemar yang membuat kondisi lingkungan menjadi lebih baik bagi pertumbuhan mikroorganisme.
Aktivitas pernapasan dari organisme ini sering membuat makin menipisnya kandungan oksigen khususnya pada daerah yang terletak di perairan semi tertutup seperti di daerah estuarine. Hal seperti ini kemungkinan mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan tumbuh - tumbuhan dan hewan yang hidup di tempat tersebut. Akibatnya dalam keadaan yang paling ekstrim jumlah spesies yang ada pada daerah ini akan berkurang secara drastic dan dapat mengakibatkan bagian dasar daerah estuarine kehabisan oksigen. Keadaan seperti ini akhirnya menyebabkan mikrofauna yang hidup disini hanya dari golongan cacing saja.
Padahal yang terjadi spesies seperti makrozoobentos tadi hidup di dasar sungai dan daerah estuarine dimana juga membutuhkan oksigen untuk bernafas. Logikanya begini makrozoobentos merupakan makanan alami bagi ikan - ikan di daerah aliran sungai, daerah estuarine, dan sekitar pantai dengan kedalaman 0 - 30 meter. Jika oksigen itu tidak terdapat di dasar maka makrozoobentos akan dengan sendiri matinya, jika sudah mati lalu bagaimana nasib spesies ikan - ikan yang menggantungkan hidupnya dari makrozoobentos? Pilihannya tentu bertransmigrasi atau akan mati karena ketiadaan stok makanan pokok.
Hal inilah yang menyebabkan ikan - ikan di sekitar pantai dan daerah estuarine berkurang. Dampaknya bagi nelayan saat ini harus mencari ikan hingga bermil - mil jauhnya dari daratan karena jauh berkurangnya spesies ikan di daerah pertemuan arus laut dan sungai.
Belum lagi jika ditambah bahan berbahaya dan beracun lainnya macam minyak, pestisida, dan logam berat lainnya. Akibatnya ikan - ikan dan hewan laut yang kita konsumsi akan tercemar dengan bahan berbahaya tersebut. Dampaknya dikhawatirkan bisa seperti yang terjadi di Teluk Minamata Jepang pada tahun 1953 sampai 1960 dimana lebih kurang 100 orang telah menjadi korban. Dari korban - korban ini ada yang meninggal atau mengalami cacat untuk seumur hidup. Mereka kebanyakan keracunan karena memakan kerang yang telah tercemar oleh hasil buangan dari pabrik - pabrik yang membuat acetylene dari acetaldehyde.
Kasus di atas merupakan contoh bagaimana pemeliharaan lingkungan yang tidak diperhatikan. Bukan tidak mungkin kasus seperti itu juga terjadi di Indonesia. Kepekaan dan kesadaran masyarakat merupakan hal utama dari partisipasi untuk menjaga lingkungan. Disamping itu kebijakan politik yang disusun juga harus berpihak kepada lingkungan perairan. Karena jika melihat pembangunan yang terjadi di seluruh daerah di Indonesia, acap kali mengesampingkan itu.
Sebagai negara yang luas perairan lautnya mencapai 2/3 dari wilayah total pemerintah diharapkan serius untuk menjaga perairan dari pencemaran. Supaya rantai makanan yang sudah ada di alam dapat terjaga, yang pada akhirnya menjadi asset negara juga. Tindakan pemerintah dengan menuangkan peraturan untuk mengatur lingkungan hidup pada UU No .32 tahun 2009 dan No. 27 tahun 2007 mengenai pengelolaan pesisir dan pulau - pulau kecil patut kita apresiasi dan kita dukung mewujudkannya.
Namun disisi lain upaya di lapangan untuk pengaplikasian kedua aturan hukum tersebut masih menjadi pekerjaan rumah bersama. Harus ada upaya bersama antara pemerintah, masyarakat, dan swasta untuk sadar menjaga lingkungan hidup utamanya lingkungan perairan agar biota perairan dari sungai, lau, danau, dan sebagainya tidak cepat punah hanya karena pengelolaan yang kurang cermat.
Di akhir ini kami menyimpulkan makrozoobentos merupakan spesies yang merupakan rantai pertama dari rantai makanan di ekosistem perairan. Dimana makrozoobentos ini perlu juga oksigen untuk hidup, maka bila air sudah tercemar otomatis oksigen yang ada tidak dapat masuk hingga mencapai dasar perairan dimana makrozoobentos itu hidup. Jika ini sudah terjadi maka makrozoobentos akan hilang sehingga mengakibatkan ikan tidak memiliki makanan. Jika sudah begini ikan akan mati atau pergi yang berdampak pada nelayan yang susah untuk mencari ikan di sekitar pantai. Meskipun ada ikan, jika perairan laut tercemar dari aliran sungai secara otomatis ikan yang tersedia akan terkandung zat - zat berbahaya jika dikonsumsi manusia. Bukan tidak mungkin dari sanalah korban jiwa manusia akan terjadi seperti halnya di Teluk Minamata, Jepang. Dari sanalah peran negara seharusnya hadir untuk menjaga dan menyelamatkan rakyatnya, seperti dikatakan Immanuel Kant, dimana negara ibarat sebagai penjaga malam yang melindungi rakyatnya dari bahaya, termasuk dari bahaya zat - zat berbahaya dari ikan yang terkena dampak dari pencemaran perairan.
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Bintal. Nurrachmi, Irvina dkk, 2012. Kandungan Bahan Organik Sedimen dan Kelimpahan Makrozoobenthos Sebagai Indikator Pencemaran Perairan Pantai Tanjung Uban Kepulauan Riau. Jurnal Perikanan, (1) : 1-2
Hutabara, Sahala. dan Evans M, Stewarts, 2012. Pengantar Oseanografi. Jakarta : UI Press
Pusat Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan, 2011. Laporan Pemantauan Kualitas Air Laut di Indonesia. Jakarta : Kementerian Lingkungan Hidup

Suartini, Ni Made. Sudatri, Wayan, dkk, 2007. Identifikasi Makrozoobentos Di Tukan Bausan, Desa Pererenan, Kabupaten Badung, Bali. Jurnal Ilmiah Ecotropik 5, (1) : 41 - 42 

Jumat, 07 Juni 2013

Bentuk Otonomi Khusus Aceh

Sebagaimana diamanatkan dalam UU No 18 tahun 2001 mengenai Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh Sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam ada perbedaan dari  sistem tata pemerintahan, keuangan, hukum, serta politik. Dimana dalam keuangan pada pasal 4 UU No. 18 tahun 2001 sumber pendapat asli daerah Aceh pada poin c. zakat, sumber pendapat daerah inilah yang tidak didapatkan di daerah lain berdasarkan undang - undang yang berlaku. Perbedaan lain tentu angka besaran bagi hasil pajak dan sumber daya alam pada pasal 4 ayat 3 (a), dimana Aceh menerima 80% dari pertambangan umum, perikanan, dan kehutanan, 30% dari hasil gas alam, serta 15% dari pertambangan minyak bumi.
Dalam hal sistem pemerintahan di Aceh, terdapat yang namanya Wali Nanggroe dan Tuha Nanggroe sebagaimana tercantum dalam Pasal 10 UU No. 18 tahun 2001. Keduanya adalah lembaga yang merupakan simbol bagi pelestarian penyelenggaraan kehidupan adat, budaya, dan pemersatu masyarakat di Aceh. Namun di sisi lain Wali Nanggroe dan Tuha Nanggroe ini bukan merupakan lembaga politik dan lembaga pemerintahan di Aceh. Adapun penjabaran dari Wali Nanggore ini terdapat pada pasal 96, dimana lembaga Wali Nanggroe bersifat personal dan independen, tak terkait lembaga politik dan lembaga pemerintahan di Aceh. Lembaga Wali Nanggroe ini merupakan kepemimpinan adat sebagai pemersatu masyarakat yang independen, berwibawa, dan berwenang membina dan mengawasi penyelenggaraan kehidupan lembaga-lembaga adat, adat istiadat, dan pemberian gelar/derajat dan upacara-upacara adat lainnya.
Istilah DPRD Provinsi Aceh menyebutnya dalam UU No. 11 tahun 2006 pasal 23 sebagai Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) yang dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilu. Sedangkan istilah DPRD Kabupaten/Kota di Aceh disebut dengan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota (DPRK) berdasarkan pasal 24 undang - undang yang sama, dimana anggotanya dipilih melalui pemilu.
Dari sisi pembagian administrasi wilayahnya terdiri dari Kabupaten/Sagoe, Kota/Banda, Kecamatan/Sagoe Cut. Sementara kecamatan terdiri dari beberapa mukim, dan mukim terdiri dari gambong sebagaimana dijelaskan dalam UU No. 18 tahun 2001 Pasal 2 dan UU No. 11 tahun 2006 pasal 2 mengenai Pemerintahan Aceh.
Dalam bidang hukum selain ada kepolisian dan kejaksaan sebagaimana lazimnya di daerah lain, ada satu lagi tambahan yang ada di Aceh yang dinamakan Mahkamah Syari’ah sebagaimana disebutkan dalam pasal 25 UU No. 18 tahun 2001, wewenangnya didasarkan atas syari’at islam dengan sistem hukum nasional yang berlaku dan ini berlaku bagi semua pemeluk agama islam. Pada UU No. 11 tahun 2006 mengenai Pemerintahan Aceh, Majelis Syari’ah ini lebih dijelaskan secara rinci pada pasal 128 hingga pasal 137. Adapun Majelis Syari’at ini memiliki wewenang memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara yang meliputi bidang ahwal al-syakhsiyah (hukum keluarga), muamalah (hukum perdata), dan jinayah (hukum pidana) yang didasarkan atas syari’at Islam.
Di samping itu selain berpedoman pada sistem hukum nasional yang berlaku. Aceh juga mengedepankan pelaksanaan syari’at islam dalam kehidupan sehari - hari sebagaimana diatur pada pasal 125 sampai pasal 127. Adapun cakupan dalam pelaksanaan syari’at islam sebagai yang terdapa pada pasal 125 ayat 2 meliputi ibadah, ahwal alsyakhshiyah (hukum keluarga), muamalah (hukum perdata), jinayah (hukum pidana), qadha’ (peradilan), tarbiyah (pendidikan), dakwah, syiar, dan pembelaan Islam.
Dalam urusan pemerintahan sebagaimana tercantum dalam UU No. 11 tahun 2006 pasal 16 ayat 2 urusan wajib kewenangan pemerintah Aceh yang merupakan bentuk keistimewaan Aceh dimana mengedepankan budaya islaminya, termasuk dalam peran ulama dalam penetapan kebijakan yang tersebut pada Pasal 16 ayat 2 poin d. Maka dari sanalah undang - undang pemerintahan Aceh menyebutkan lembaga Majelis Permusyawaratan Ulama sebagaimana menindaklanjuti pasal 16 ayat 2 poin d, dimana mulai pasal 138 hingga pasal 140 UU No. 11 tahun 2006 dijelaskan bagaimana posisi lembaga Majelis Permusyawaratan Ulama dan apa saja wewenang yang diembannya.
Adapun fungsi dari Majelis Permusyawaratan Ulama yaitu menetapkan fatwa yang dapat menjadi salah satu pertimbangan terhadap kebijakan pemerintahan daerah dalam bidang pemerintahan, pembangunan, pembinaan masyarakat, dan ekonomi sebagaimana dijelaskan dalam pasal 139 ayat 1. Dari wewenang tersebut MPU memiliki tugas yang telah diatur dalam UU No. 11 tahun 2006 pasal 140 ayat 1 yaitu memberi fatwa baik diminta maupun tidak diminta terhadap persoalan pemerintahan, pembangunan, pembinaan masyarakat, dan ekonomi serta memberi arahan terhadap perbedaan pendapat pada masyarakat dalam masalah keagamaan.
Pada urusan politik, keistimewaan Aceh melalui otonomi khususnya juga mewadahi politik masyarakat dengan diperkenankannya partai politik local. Dimana ini sesuai dengan UU No. 11 tahun 2006 pasal 75 ayat 1 berbunyi “penduduk Aceh dapat membentuk partai politik lokal”. Penjelasan mengenai partai politik dalam undang - undang pemerintahan Aceh terdapat mulai pasal 75 - hingga pasal 88 UU No. 11 tahun 2006.
Selain keistimewaan yang telah disebutkan di atas, ada beberapa keistimewaan lainnya yang sampai saat ini mengundang kontroversi di masyarakat Aceh sendiri, bahkan masyarakat Indonesia. Hal tersebut terkait dengan penggunaan bendera Aceh yang mirip dengan bendera Gerakan Aceh Merdeka sebuah gerakan separatis yang berusaha memisahkan Aceh dari NKRI. Memang dalam UU No. 11 tahun 2006 yang notabenenya berdasarkan dari perjanjian Helsinki antara pemerintah Indonesia dengan GAM, Aceh berhak memiliki bendera, lambing, dan himne. Adapun terkait hal itu dijelaskan pada pasal 246 ayat 2 dimana pemerintah Aceh dapat menentukan dan  menetapkan bendera Aceh sebagai lambang yang mencerminkan keistimewaan dan kekhususan, ini dijabarkan kembali pada ayat 3 yang berbunyi Bendera daerah Aceh sebagai lambang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan merupakan simbol kedaulatan dan tidak diberlakukan sebagai bendera kedaulatan di Aceh.

Dua pasal inilah yang mengundang kontroversi karena belum ada kejelasan seperti apa bendera Aceh tersebut yang lantas ditetapkan bendera Aceh yang mirip dengan bendera milik GAM. Selain itu pada pasal 247 juga disebutkan pemerintah Aceh dapat menetapkan lambang sebagai simbol keistimewaan dan kekhususan daerah Aceh. Pendek kata kewenangan menentukan bendera, lambang, dan himne sebagaimana pada pasal 246, 247, dan 248 perlu ada kejelasan seperti apa, dikarenakan bukan tidak mungkin kejadian seperti bendera Aceh yang mirip bendera GAM ini akan terulang pada lambang dan himne Aceh.

Rabu, 05 Juni 2013

Pandangan Neofungsionalisme Dalam Memahami Fenomena Sosial

Diantara teoritikus sosial yang dapat dikatakan sebagai tokoh teori neofungsionalisme, antara lain: Jeffrey Alexander dan Paul Colomy. Neofungsionalisme  muncul di tahun 1980-an, sebagai bentuk upaya menghidupkan kembali teori fungsional struktural yang dianggap mulai redup sejak 1960-an hingga 1970-an. Neofungsionalisme didefinisikan oleh Colomy sebagai ‘rangkaian kritik diri (internal) terhadap teori fungsional struktural, dan ingin mencoba memperluas cakupan intelektual teori fungsionalisme yang sedang mempertahankan inti teorinya’. Jadi, teori fungsional struktural yang lama dianggap terlampau sempit dan kaku, dan tujuan Alexander dan Colomy adalah menciptakan teori sintesis yang disebut  ‘Neofungsionalisme’. Ada beberapa kelemahan (problem) yang dihadapi oleh teori fungsional struktural yang perlu dijawab oleh Neofungsionalisme, antara lain: (1) anti individualisme; (2) antagonistik terhadap perubahan; (3) konservatif;(4) idealisme; dan (5) bias antiempiris.
Berikut ini beberapa pokok pikiran atau pandangan teori  Neofungsionalisme  Alexander dan Colomy, dalam memahami beragam fenomena sosial-budaya  di masyarakat, antara lain
Pertama, neofungsionalisme, bekerja dengan model masyarakat deskriptif. Model ini melihat masyarakat tersusun dari unsur-unsur sosial yang saling berinteraksi menurut pola tertentu, hubungan antar unsur tersebut diistilahkan sebagai ‘hubungan secara simbiosis’, tidak ditentukan oleh satu kekuatan semata (misalnya, eksternal menentukan internal atau sebaliknya). Jadi, masyarakat dianggap lebih bersifat terbuka, dinamik dan pluralis (beragam).
Kedua, neofungsionalisme, memusatkan perhatian yang sama besarnya terhadap tindakan individu (mikro) dan keteraturan sosial (makro). Hal ini berbeda dengan teori fungsional struktural,  yang lebih menekankan pada aspek keteraturan sosial atau tradisional dan bersifat makro didalam memahami struktur sosial dan budaya). Sedangkan neofungsionalisme, selain memperhatikan tingkat makro juga pola tindakan individu ditingkat yang lebih mikro, juga tindakan rasional dan tindakan eskpresif individu dalam proses-proses sosial di masyarakat.
Ketiga, neofungsionalisme, tetap memperhatikan masalah integrasi, tetapi bukan dilihat sebagai fakta sempurna melainkan lebih dilihat sebagai ‘kemungkinan sosial’, sedangkan dalam pandangan teori fungsional struktural, kondisi integrasi atau equilibrium lebih dilihat sebagai fakta yang sempurna atau suatu keharusan dalam kehidupan kelompok. Neofungsionalisme  mengakui penyimpangan dan kontrol sosial sebagai realitas dalam sistem sosial yang sangat dinamik dan kompleks. Neofungsionalisme mengakui keseimbangan tetapi dalam konteks yang lebih luas (keseimbangan statis dan dinamik). Sedangkan dalam fungsional struktural keseimbangan bersifat statis.
Keempat, neofungsionalisme,  tetap menerima  penekanan Parsonian tradisional atas konsep kepribadian, konsep kultur, konsep sistem sosial dan organisme perilaku (dalam struktur tindakan) dalam kehidupan sehari-hari, tetapi neofungsionalisme juga menganggap interpenetrasi atas sistem sosial dapat menghasilkan ketegangan (konflik) dan perubahan sosial yang lebih dinamik.
Kelima, neofungsionalisme,  memusatkan perhatian pada perubahan sosial dalam proses diferensiasi di dalam sistem sosial, kultural dan kepribadian. Perubahan tidak hanya menghasilkan konsensus dan equilibrium (seperti pandangan teori fungsionalisme struktural), tetapi juga menimbulkan ketegangan antar individu dan kelompok. Hal ini berbeda dengan pandangan teori fungsional struktural yang memandang perubahan hanya menghasilkan kondisi equilibrium (keseimbangan dalam sistem). Jadi, bagi neofungsionalisme perubahan sosial dalam masyarakat bisa membawa pengaruh terjadinya ‘integrasi sosial’ dan ‘disintegrasi sosial’..
Keenam, Neofungsionalisme, secara tidak langsung menyatakan komitmennya terhadap kebebasan dalam menyusun dan mengonseptualisasikan teori berdasarkan analisis sosial-budaya  pada tingkat makro dan mikro. Bagi neofungsionalisme, menganalisis fenomena atau realitas sosial budaya di masyarakat, tidak cukup hanya menggunakan pendekatan makroskopik tetapi juga menggunakan pendekatan mikroskopik. Sedangkan dalam teori fungsional struktural proses analisis fenomena sosial-budaya hanya pada tingkat makro, oleh karena itu cakupan analisis neofungsionalnya lebih luas apabila dibandingkan dengan fungsional struktural.
Ketujuh, riset teori fungsional struktural, dipandu oleh skema konseptual tunggal dan mengikat  area-area riset khusus dalam satu paket yang ketat, bersifat positivistik dan realitas sosial eksternal (kondisi makro) sangat menentukan realitas internal (kondisi mikro), sedangkan karya empiris teori neofungsionalisme  diorganisasikan secara longgar, yaitu diorganisasikan di seputar logika umum dan memiliki sejumlah ‘cabang’ dan ‘variasi’ yang agak otonom pada tingkat dan domain empiris yang beragam, bisa bersifat makro dan mikro.

Jadi, teori neofungsionalisme, bagi Alexander dan Colomy, bukan hanya sekedar ‘elaborasi’ atau ‘revisi’ terhadap teori fungsional struktural Parsons dan Merton, tetapi lebih sebagai  ‘rekonstruksi  dramatis’ terhadap teori fungsional struktural, karena antara teori fungsional struktural dengan neofungsional pada aspek-aspek tertentu mempunyai perbedaan yang mendasar. Jadi, Alexander dan Colomy nampak memadukan fungsionalisme struktural dengan ide-ide teori pertukaran, interaksionisme simbolik, pragmatisme, fenomenologi. (Hamilton, 1990; Ritzer dan Goodman, 2004).

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, 2011. Diktat Kuliah : Konsep Sistem Sosial dan Budaya. Malang