Kamis, 02 Mei 2013

Analisis Kompas 19 April 2013 Melalui Perspektif Pemerintahan dan Komunikasi Politik



Di tengah isu - isu nasional yang meruncing dan semakin hangat seperti kenaikan harga BBM dan carut marut pelaksanaan UN Presiden SBY membuat gempar bukan karena kebijakan untuk mengatasi keduanya, namun isu politik yang terkait parpolnya. Jabatan sebagai Ketua Umum, Ketua Majelis Tinggi, Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat sekaligus Presiden tampaknya benar - benar menguras tenaga dan menjadi “alat” untuk beralasan tak dapat focus di dalamnya. Keterangan SBY di Istana Kepresidenan di tengah isu kenaikan harga BBM dan permasalahan UN akan sangat dinantikan, mengapa demikian karena beliau selaku kepala negara sekaligus kepala pemerintahan secara penuh harus bertanggungjawab di dalamnya. Namun yang terjadi justru sebaliknya, di tengah isu tersebut hal yang disampaikan Presiden justru permasalahan mengenai Parpol dimana isu tentang Yenny Wahid, putri Almarhum Gus Dur, dimana desas desusnya Yenny bergabung ke Demokrat dan ingin menjabat sebagai Wakil Ketua Umum.
Presiden sebagai Kepala Pemerintahan mempunyai tugas untuk menjalankan pemerintahan sebagaimana yang telah tercantum dalam konstitusi. Sebagai pemimpin tentu merupakan milik semua golongan yang ada, tidak etis tentunya ketika Presiden berbicara mengenai permasalahan kelompok atau golongannya di tempat atau fasilitas milik negara seperti Istana Kepresidenan. Dalam kasus tersebut dapat dianalisis dari dua disiplin ilmu, ilmu politik dan ilmu pemerintahan.
Namun sebelum melangkah jauh mengenai analisis dua ilmu tersebut, kami akan menjelaskan terkait pemerintahan, karena ini berkaitan dengan tugas dan wewenang seorang Presiden sebagai Kepala Pemerintahan. Pemerintahan berasal dari kata “perintah” yang setelah ditambah awalan “pe” menjadi pemerintah, dan ketika ditambah akhiran “an” menjadi pemerintahan, dalam hal ini beda antara “pemerintah” dengan “pemerintahan” adalah karena pemerintah merupakan badan atau organisasi yang bersangkutan, sedangka pemerintahan berarti perihal ataupun hal ikhwal pemerintahan itu sendiri.
Menurut Soemendar pemerintahan sebagai badan yang penting dalam rangka pemerintahannya, pemerintah harus memperhatikan pula ketentraman dan ketertiban umum, tuntutan, dan harapan serta pendapat rakyat, kebutuhan dan kepentingan masyarakat, pengaruh - pengaruh lingkungan, pengaturan - pengaturan, komunikasi peran serta seluruh lapisan masyarakat dan organisasi.
Jadi dari sini disimpulkan makna Presiden sebagai Kepala Pemerintahan dimana Presiden menjadi pemimpin untuk melayani masyarakat dengan aturan - aturan hukum yang ada serta partisipasi dari masyarakat itu sendiri.
Ilmu politik mengkaji input sistem politik karena para aparat eksekutif dan legislatif merupakan para actor partai politik. Presiden SBY termasuk di dalamnya merupakan actor politik dikarenakan beliau berasal dari sebuah parpol untuk menuju jabatannya sebagai Presiden. Namun di sisi lain sebagai Presiden tentu beliau merupakan Kepala Pemerintah. Sebagaimana kita ketahui menurut Ponsioen, pemerintah memegang peranan penting dalam pembangunan nasionalnya, yaitu dalam menentukan kebijaksanaan tersebut. Pada proses penetapan kebijaksanaan umum itulah yang disebut pemerintah.  Dengan demikian telah terlihat bahwa penetapan kebijaksanaan adlah fungsi politik yang dijalankan pemerintah, pelaksanaannya adalah fungsi adminstrasi yang dijalankan oleh pemerintah.
Dari sini proses keterangan SBY yang menyangkut berita Yenny Wahid bergabung Demokrat merupakan suatu proses politik dimana ini hanya terkait beberapa golongan saja. Namun menyampaikannya di fasilitas negara seperti Istana Kepresidenan merupakan konflik status antara Presiden dengan jabatan di Parpol. Sebagai seorang Presiden yang menyampaikan keterangan di Istana Kepresidenannya, sebaiknya tidak menyinggung parpolnya. Sangat bertolak belakang tentunya ketika keterangan yang disampaikan SBY yang terkait Parpol, kekuasaan sebagaimana objek forma dari ilmu politik disampaikan pada Istana Kepresidenan dengan status “masih” Kepala Pemerintahan yang seharusnya mengedepankan objek forma hubungan pemerintahan, gejala - gejala pemerintahan, peristiwa pemerintahan, termasuk di dalamnya peristiwa isu kenaikan harga BBM dan carut marut UN.
Dr. Inu Kencana Syafiie M.Si mengatakan bahwa pemerintahan tidak hanya memiliki disiplin ilmu, tetapi juga harus memiliki disiplin akan moral, etika, dan seni kepemimpinan. Apa jadinya pemerintah kalau pada pemimpin pemerintahannya melakukan kesewenangan, penyalahgunaan kekuasaan karena pada setiap kepemimpinan pasti akan dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan Yang Maha Esa kelak.
Analisis kedua tentu membedahnya dari pendekatan institusionalisme dalam ilmu politik. Seperti kita ketahui pemerintah merupakan sebuah insititusi yang hadir karena adanya sistem politik dimana di dalamnya. Nah dalam pendekatan institusionalisme baru menurut Peters 1999 salah satunya institusionalis normative dimana ini mempelajari norma dan nilai yang dikandung dalam suatu insititusi politik maupun institusi yang terbentuk akibat perilaku politik (pemerintah, negara). Di dalamnya terdapat suatu etika, dimana etika tersebut berbicara mengenai pantas atau tidak pantasnya seseorang actor politik terlebih merupakan seorang Kepala Pemeritahan atau pemimpin negara yang “lupa” akan etikanya.
Disini tentu pendekatan institusionalisme ala Peters ini dapat dijadikan analisis untuk membedahnya. Jika kembali pada dua disiplin yang disampaikan sebelumnya dimana disiplin ilmu politik dan ilmu pemerintahan yang mana di dalamnya mengatur objek forma dan sebagainya, tentu dapat dikatakan apa yang dilakukan SBY salah tempat. Mengingat saat itu beliau masih merupakan “Presiden” selaku Pimpinan pemerintahan bukan sebagai politisi.
Berkaitan dengan etika seorang politisi Alfan Alfian mengatakan politisi bukanlah profesi seperti halnya dokter, akuntan, pengacara, atau pengebor sumur pompa. Politisi merupakan pejuang yang memperjuangkan visi dan misi politik yang diyakininya. Dimana politisi berjuang meraih dan mempertahankan kekuasaan, dimana menurut filsuf Yunani Plato, kekuasaan itu yang ideal adalah alat untuk menyejahterakan masyarakat.
Kaitanya dengan dari analisis keterangan SBY tadi disini sebagai seorang politisi juga tentu jika memiliki visi misi yang cakap dimana saat itu rakyat dibingungkan dengan berbagai isu terkait kenaikan harga BBM dan carut marut UN sudah seharusnya beliau tampil untuk mengedepankan kepentingan masyarakat daripada kepentingan golongannya untuk meraih kekuasaan.
Analisis ketiga dari kasus SBY ini bisa jadi merupakan pengalihan isu yang ada. Mungkin tidak benar 100% jika SBY tidak dapat membedakan posisinya sebagai Presiden atau jabatannya di parpol saat itu. Mengapa demikian? Jika kita telaah di saat ada persoalan yang tengah hangat dibicarakan bukan kali pertama hal itu terjadi, alih isu dari sebelumnya membahas mengenai kenaikan harga BBM dan carut marut UN menjadi isu Parpol Demokrat sangat lumrah terjadi di bidang politik.
Peristiwa pidato menyampaikan keterangan kepada pers dalam hal yang wajar dan terkesan lumrah. Namun hal ini baru dikatakan istimewa ketika yang menyampaikannya adalah orang - orang yang memiliki kekuasaan dan wewenang di negara termasuk Presiden SBY sendiri. Terlebih itu disampaikan melalui beberapa media dan diulang - ulang. Menurut Dan Nimmo pengalihan isu dalam komunikasi politik sangatlah lumrah terjadi, bagaimanapun media juga harus dituntut objektif tak hanya “menjual” berita baru yang dirasa lebih diminati orang, dibandingkan memproposisikan berita yang sebelum ada isu tersebut. Karena selama ini di Indonesia ketika ada isu - isu yang belum terselesaikan dan belum ada jalan keluarnya selalu ada isu publik lain yang menjadi konsumsi dan seakan melupakan isu yang lama.
Di akhir analisis ini kami selaku penulis ingin menarik kesimpulan dari beberapa pandang sudut analisis di atas. SBY merupakan pemimpin pemerintahan Indonesia sudah seharusnya tidak terjebak dalam konflik status dimana selain menjadi Presiden di sisi lain menjadi Ketua Umum, Ketua Majelis Tinggi dan Ketua Dewan Penasehat Partai Demokrat. Terlebih ketika masih berada di ranah negara menggunakan fasilitas negara seperti Istana Kepresidenan alangkah beretikanya seorang pemimpin memberi contoh menggunakannya untuk kepentingan negara bukan kepentingan parpolnya. Supaya apa yang beliau lakukan tidak dicontoh oleh para pejabat eksekutif dan legislatif lainnya.
Pada akhirnya memang ketika “pelanggaran” etika yang dilakukan Presiden ini memang tak cukup kuat untuk diteruskan ke jalur hukum, bahkan tak kan bisa untuk dijerat hukum. Tapi ketika etika telah dilanggar maka sanksi sosial-lah yang akan berbicara, bahkan terkadang sanksi sosial itu lebih kejam dan lebih jera daripadi sanksi hukum biasa.

DAFTAR PUSTAKA

Alfian, Alfan, 2012. Kekuatan Pemimpin. Jakarta : Kubah Ilmu
Marsh, David, Stoke, Gerry, 2010. Teori dan Metode Dalam Ilmu Politik. Bandung : Nusa Media
Mondry,2010. Diktat Pengantar Sosiologi. Malang
Nimmo, Dan, 1993. Komunikasi Politik : Komunikator, Pesan, dan Media. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Poerwadarminta, W.J.S, 1976. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka
Syafiie, Inu Kencana, 2011. Etika Pemerintahan. Jakarta : PT Rineka Cipta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar