Partai
programatik merupakan partai yang tidak mendasarkan diri pada ideologi tertentu
secara rigid. Partai jenis ini lebih berorientasi pada program, yang menurut
mereka dianggap baik, apapun ideologinya. Partai ini berusaha keluar dari
kerumitan ideologi partai yang dalam beberapa hal kontraproduktif. Solusi atas
masalah menjadi titik tekan partai jenis ini tanpa harus mempersoalkan jenis
ideologinya.
Di
Indonesia, partai programatik pertama kali tumbuh didorong oleh orde baru,
yaitu Golkar. Partai ini dipakai orde baru untuk melancarkan program
pemerintah. Fasilitasi terhadap hadirnya jenis partai itu bahkan difasilitasi
secara berlebihan sehingga tidak memberi ruang sama sekali bagi perkembangan
partai - partai lain. Pada masa reformasi partai jenis ini tumbuh berkembang
dengan baik. Prospek elektoralnya sangat menjanjikan karena ia berada pada
spectrum tengah antara nasionalis dan islam. Beberapa contoh dari tipe partai ini yaitu
1. Golkar
Sejarah Partai Golkar bermula pada tahun 1964
dengan berdirinya Sekber Golkar di masa akhir pemerintahan Presiden Soekarno.
Sekber Golkar didirikan oleh golongan militer, khususnya perwira Angkatan Darat
( seperti Letkol Suhardiman dari SOKSI) menghimpun berpuluh-puluh organisasi
pemuda, wanita, sarjana, buruh, tani, dan nelayan dalam Sekretariat Bersama
Golongan Karya (Sekber Golkar).
Sekber Golkar didirikan pada tanggal 20 Oktober
1964. Sekber Golkar ini lahir karena rongrongan dari PKI beserta ormasnya dalam
kehidupan politik baik di dalam maupun di luar Front Nasional yang makin
meningkat. Sekber Golkar ini merupakan wadah dari golongan fungsional/golongan
karya murni yang tidak berada dibawah pengaruh politik tertentu. Terpilih
sebagai Ketua Pertama Sekber Golkar adalah Brigadir Jenderal (Brigjen)
Djuhartono sebelum digantikan Mayor Jenderal (Mayjen) Suprapto Sukowati lewat
Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) I, Desember 1965.
Jumlah anggota Sekber Golkar ini bertambah
dengan pesat, karena golongan fungsional lain yang menjadi anggota Sekber
Golkar dalam Front Nasional menyadari bahwa perjuangan dari organisasi
fungsional Sekber Golkar adalah untuk menegakkan Pancasila dan UUD 1945. Semula
anggotanya berjumlah 61 organisasi yang kemudian berkembang hingga mencapai 291
organisasi.
Organisasi-organisasi yang terhimpun ke dalam Sekber
GOLKAR ini kemudian dikelompokkan berdasarkan kekaryaannya ke dalam 7 (tujuh)
Kelompok Induk Organisasi (KINO), yaitu:
1.
Koperasi Serbaguna Gotong Royong (KOSGORO)
2.
Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI)
3.
Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR)
4.
Organisasi Profesi Ormas Pertahanan Keamanan (HANKAM)
5.
Gerakan Karya Rakyat
Indonesia (GAKARI)
6.
Gerakan Pembangunan Untuk menghadapi Pemilu 1971,
GOLKAR menyatakan diri bukan parpol karena
terminologi ini mengandung pengertian dan pengutamaan politik dengan
mengesampingkan pembangunan dan karya. September 1973, GOLKAR menyelenggarakan
Musyawarah Nasional (Munas) I di Surabaya. Mayjen Amir Murtono terpilih sebagai
Ketua Umum. Konsolidasi GOLKAR pun mulai berjalan seiring dibentuknya
wadah-wadah profesi, seperti Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Himpunan
Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) dan Federasi Buruh Seluruh Indonesia (FBSI).
Setelah Peristiwa G30S maka Sekber Golkar,
dengan dukungan sepenuhnya dari Soeharto sebagai pimpinan militer, melancarkan
aksi-aksinya untuk melumpuhkan mula-mula kekuatan PKI, kemudian juga kekuatan
Bung Karno. Pada dasarnya Golkar dan TNI-AD merupakan tulang punggung rezim
militer Orde Baru.
Semua politik Orde Baru diciptakan dan kemudian
dilaksanakan oleh pimpinan militer dan Golkar. Selama puluhan tahun Orde Baru
berkuasa, jabatan-jabatan dalam struktur eksekutif, legislatif dan yudikatif,
hampir semuanya diduduki oleh kader-kader Golkar. Keluarga besar Golongan Karya
sebagai jaringan konstituen, dibina sejak awal Orde Baru melalui suatu
pengaturan informal yaitu jalur A untuk lingkungan militer, jalur B untuk lingkungan
birokrasi dan jalur G untuk lingkungan sipil di luar birokrasi.
Pemuka ketiga jalur terebut melakukan fungsi
pengendalian terhadap Golkar lewat Dewan Pembina yang mempunyai peran
strategis. Jadi Pimpinan Pemilu Dalam pemilu Golkar yang berlambang beringin
ini selalu tampil sebagai pememang. Kemenangan Golkar selalu diukir dalam
pemilu di tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Arus reformasi bergulir.
Tuntutan mundur Presiden Soeharto menggema di
mana-mana. Soeharto akhirnya berhasil dilengserkan oleh gerakan mahasiswa. Hal
ini kemudian berimbas pada Golkar. Karena Soeharto adalah penasehat partai,
maka Golkar juga dituntut untuk dibubarkan. Saat itu Golkar dicerca di
mana-mana.
Akbar Tandjung yang terpilih sebagai ketua umum
di era ini kemudian mati-matian mempertahankan partai. Di bawah kepemimpinan
Akbar, Golkar berubah wujud menjadi Partai Golkar. Saat itu Golkar juga
mengusung citra sebagai Golkar baru. Upaya Akbar tak sia-sia, dia berhasil
mempertahankan Golkar dari serangan eksternal dan krisis citra, inilah yang
membuat Akbar menjadi ketua umum Golkar yang cukup legendaris.
2. Partai Demokrat
PD
mengusung gagasan nasionalisme - religious, sebuah jalan tengah antar blok
nasionalisme dan blok agama, humanism, dan pluralisme, serta demokrasi. Ketika
pertama kali mengikuti pemilu 2004, PD tidak mendapatkan suara yang besar
tetapi juga mampu berprestasi besar. Pemilu DPR mendapat dukungan 7 persen,
urutan kelima sebanding dengan partai - partai yang terlebih dahulu berdiri
seperti PPP dan PAN. Bermodal suara itu PD kemudian mengusung calon presiden
dan memenangkannya. Pasangan Susilo Bambang Yudhoyono - Yusuf Kalla dalam putaran
pertama memperoleh suara 34% dan kedua 61% meraih suara terbanyak mengalahkan
kompetitornya.
Prestasi PD
terus berkibar pada pemilu berikutnya tahun 2009. Perolehan suara PD meningkat
300 persen dan menjadi pemenang pemilu dengan 21 persen mengalahkan Golkar dan
PDIP. Lebih lanjut, dalam pemilu presiden dan wakil presiden, SBY selaku Dewan
Pembina PD berpasangan dengan seorang teknokrat dari UGM Budiono, menang dalam
sekali putaran dengan perolehan suara 61%. Kekuatan partai ini sepenuhnya
bertumpu pada individi SBY dan keberhasilan pemerintahannya.
3. Hanura
Hanura
berdiri pada 21 Desember 2006 dengan prakarsa utama Wiranto. Wiranto sendiri
adalah berlatarbelakang militer dan menjadi bagian dari Golkar. Sebelum Hanura
terbentuk pada pemilu 2004 Wiranto berpasangan dengan Shalahuddin Wahid menjadi
kandidat presiden dan wakil presiden dari Golkar. Pasangan ini menempati posisi
ketiga dengan memperoleh suara 22,15% dari lima pasangan yang berkompetisi.
Pasca pemilu 2004, pada Munas Golkar 2004 di Bali, Wiranto gagal bersaing
menjadi Ketua Umum Golkar. Setelah itu, Wiranto kemudian memilih untuk tidak
berkarier lagi di Golkar dan kemudian mendirikan Hanura.
Pada pemilu
pertama keikutsertaannya dalam pemilu, yaitu Pemilu 2009, Hanura memperoleh suara
3,77 persen suara, suatu jumlah yang bagi partai baru relatif signifikan yang
memungkinkannya melampaui PT 2 persen. Meskipun perolehan suaranya kecil, pada
pemilu presiden dan wakil presiden 2009 partai ini digandeng Golkar untuk
mengajukan paket kandidat. Dengan berposisi sebagai kandidat wakil presiden,
Wiranto akhirnya berpasangan dengan Jusuf Kalla dari Golkar maju dalam laga
pemilu presiden dan wakil presiden. Dengan demikian, jika pada pemilu 2004
Wiranto diusung Golkar maju sebagai calon presiden, pada pemilu 2009 Wiranto
kembali maju tetapi dengan posisi calon wakil presiden diusung bersama - sama
oleh Golkar dan Hanura. Hasil pilpres 2009, pasangan ini hanya memperoleh suara
12,41% suara dan menempati peringkat terbawah. Di parlemen, dengan 18 kursi
Hanura bersama PDIP dan Gerindra kemudian mengambil sikap oposisi terhadap
pemerintah.
4. Gerindra
Gerindra
dideklarasikan pada Februari 2008. Prabowo Subianto menjadi aktor utama dibalik
pendirian Gerindra. Prabowo berlatarbelakang militer dan sebelumnya anggota
Dewan Pembina di Golkar era 2004 - 2008. Pada pemilu 2004 Prabowo ikut dalam
konvensi pemilihan kandidat presiden di Golkar tetapi kalah. Pada munas Golkar
di Bali tahun 2004, Prabowo mencalonkan diri menjadi ketua umum Golkar dan kembali
gagal.
Partai ini
mengusung gagasan nasionalisme dan kerakyatan. Pada kampanye pemilu 2009,
partai ini menekankan pentingnya kemandirian bangsa, dan keberpihakan kepada
hajat hidup rakyat kecil seperti buruh, petani, dan nelayan. Posisi yang
diambil menolak asumsi - asumsi pandangan neoliberalisme.
Pada pemilu
2009 Gerindra memperoleh suara 4,46 persen, dan berhak menempatkan kadernya di
Senayan dengan kuota 26 kursi. Meskipun perolehan suaranya kecil, Gerindra
berhasil mengusung Prabowo sebagai calon wakil presiden berpasangan dengan
Megawati, kandidat dari PDIP. Pasangan Megawati - Prabowo berada pada peringkat
kedua dengan perolehan suara 26,79%. Pasca pemilu 2009, Gerindra menjadi salah
satu kekuatan oposisi dalam pemerintahan SBY - Budiono.
REFERENSI
Pamungkas, Sigit, 2011. Partai Politik : Teori dan Praktik di
Indonesia. Yogyakarta : Institute for Democracy and Welfarism
Tidak ada komentar:
Posting Komentar