Memulai
perjalanan politik dengan menjabat sebagai Ketua Umum organisasi kemasyarakatan
dengan basis pengikut yang banyak yaitu Nahdatul Ulama (NU) pada tahun 1984.
Ini merupakan periode pertama Gus Dur memimpin Nahdatul Ulama. Selama periode
pertama di NU ini Gus Dur begitu dekat dengan pemerintahan orde baru dimana
kala itu Presiden Suharto pada tahun 1985, Suharto menjadikan Gus Dur indoktrinator
Pancasila. Pada tahun 1987,
Abdurrahman Wahid menunjukan dukungan lebih lanjut terhadap rezim tersebut
dengan mengkritik PPP dalam pemilihan umum legislatif 1987 dan memperkuat
Partai Golkar Suharto.
Ia kemudian menjadi anggota MPR mewakili Golkar. Meskipun ia disukai oleh
rezim, Wahid mengkritik pemerintah karena proyek Waduk Kedung Ombo yang didanai oleh Bank Dunia. Hal ini merenggangkan hubungan Wahid
dengan pemerintah, namun saat itu Suharto masih mendapat dukungan politik dari
NU.
Pada masa
periode kedua kepemimpinannya di NU, beliau sering berseberangan dengan
pemerintah. Dimulai dari penolakannya bergabung dalam ICMI (Ikatan Cendekiawan
Muslim Indonesia) yang mendapat dukungan penuh dari Soeharto kala itu, yang
diketuai oleh B.J. Habibie dan beranggotakan antara lain Amien Rais dan
Nurcholish Madjid.
Puncaknya
ketika menjelang Musyawarah Nasional 1994, di Cipasung, Tasikmalaya Gus Dur
menominasikan dirinya untuk masa jabatan ketiga. Mendengar hal itu, Soeharto
ingin agar Wahid tidak terpilih. Pada minggu-minggu sebelum munas, pendukung
Soeharto, seperti Habibie dan Harmoko berkampanye
melawan terpilihnya kembali Gus Dur. Ketika musyawarah nasional diadakan,
tempat pemilihan dijaga ketat oleh ABRI dalam tindakan intimidasi. Terdapat juga usaha menyuap anggota NU
untuk tidak memilihnya. Namun, Gus Dur tetap terpilih sebagai ketua NU untuk
masa jabatan ketiga. Selama masa ini, Gus Dur memulai aliansi politik dengan Megawati Soekarnoputri dari Partai Demokrasi
Indonesia (PDI).
Megawati yang menggunakan nama ayahnya memiliki popularitas yang besar dan
berencana tetap menekan rezim Soeharto. Wahid menasehati Megawati untuk
berhati-hati dan menolak dipilih sebagai Presiden untuk Sidang Umum MPR 1998.
Megawati mengacuhkannya dan harus membayar mahal ketika pada Juli 1996 markas
PDInya diambil alih oleh pendukung Ketua PDI yang didukung pemerintah,
Soerjadi.
Namun
puncak dari perjalanan politik ketika menuangkan konsep - konsep politiknya ke
dalam suatu partai politik yang diidentikan dengan warga NU yaitu PKB. Tepat
pada Kamis, 23 Juli 1998 merupakan hari yang sangat bersejarah bagi warga NU
karena partai politik yang ditunggu - tunggu kehadirannya dideklarasikan di
rumah Abdurrahman Wahid, Ketua Umum PBNU, di Ciganjur, Jakarta Selatan. Ribuan
warga NU berkumpul di lapangan yang cukup luas yang jaraknya sekitar 25 meter
dari rumah Gus Dur.
Dalam
pidatonya Gus Dur yang merupakan satu dari lima deklarator PKB antara lain KH.
Ilyas Ruchiyat, KH. Munasir Ali, KH. Mustafa Bisri, KH. Muchit Muzadi
mengatakan bahwa nama Partai Kebangkitan Bangsa diambil dari cita - cita NU
yaitu menginginkan kejayaan bangsa Indonesia. Disampingkan itu beliau mewanti -
wanti pentingnya menghargai perbedaan dengan ras lain, suku lain, agama lain,
karena semua itu merupakan orang Indonesia.
Salah satu
dari Sembilan platform PKB yang masih dipegang teguh oleh Gus Dur yaitu
menghargai keberagaman, dimana dalam platform disebutkan PKB terbuka dalam
pengertian lintas agama, lintas suku, lintas ras, dan lintas golongan yang
dimanefestasikan dalam bentuk visi, misi, program perjuangan, keanggotaan, dan
kepemimpinan. Maka tak heran ketika beliau menjadi Presiden keempat Indonesia
menekankan asas keberagaman, hal ini dibuktikan mengakui agama keenam konghucu
sebagai agama resmi yang ada di Indonesia. Memang hal ini memicu pro dan
kontra, tetapi hal itu tidak lepas dari pemikiran Gus Dur bahwa mereka juga
warga Indonesia. Masih dalam pemikiran beliau, jika dilihat dari sudut ras
Indonesia tidak hanya terdiri dari 2 ras saja. Karena kalau dibagi betul
Indonesia terdiri dari 3 ras yaitu Ras Melayu, Austro Melanesia, serta ras
Cina. Kemudia ketiganya membentuk kebangsaan kita yakni Indonesia.
Selain itu
Gus Dur juga merupakan tokoh yang menggaungkan demokrasi dengan membentuk Forum
Demokrasi bersama dengan para tokoh kritis dan tokoh - tokoh non muslim.
Pembentukan forum ini sebagai respons terhadap munculnya ICMI yang dicurigai
sebagai kelompok sectarian.
Sebagai
tokoh yang getol menggaungkan demokrasi dan mendukung reformasi Gus Dur
merupakan salah satu proklamator Deklarasi Ciganjur. Deklarasi Ciganjur sendiri
merupakan inisiatif mahasiswa yang resah melihat kondisi negara yang tidak
pasti ketika pengangkatan BJ Habibie sebagai presiden. Banyak yang mengatakan
Habibie merupakan salah satu antek dari Soeharto, sehingga mereka memutuskan
untuk menggandeng tokoh - tokoh nasional seperti Abdurrahman Wahid, Amien Rais,
Megawati Soekarno Putri, dan Sultan Hamengkubuwono X untuk melakukan diskusi
akrab sekaligus deklarasi pergerakan untuk menyelamatkan bangsa saat itu.
Bertempat di rumah Gus Dur, di Ciganjur, deklarasi itu diresmikan yang isinya
pada intinya antara lain menyelamatkan bangsa Indonesia dari krisis,
mengembalikan kedaulatan - kedaulatan kepada rakyat, melaksanakan reformasi dan
meletakkannya dalam perspektif kepentingan generasi baru, segera melaksanakan
pemilu yang jujur dan adil yang dilaksanakan oleh pelaksana independen, dan
menghapus dwi fungsi ABRI. Deklarasi Ciganjur ini merupakan hasil dari
pemikiran beberapa tokoh nasional salah satunya yaitu Gus Dur
Maju terus
BalasHapusterima kasih :)
Hapus