Ketika berbicara
mengenai Hak Asasi Manusia di Indonesia, tak bisa dilepaskan dari
perkembangannya yang memang pasang surut. Ada beberapa tahapan - tahapan dimana
perkembangan proses perkembangan HAM ini menjadi beragam dari mulai ketika
Indonesia masih mengalami masa demokrasi parlementer hingga sekarang
menggunakan masa reformasi. Berikut kami akan menjelaskan perkembangan HAM dari
waktu ke waktu hingga saat ini.
Ø Masa Demokrasi Parlementer
Seperti di negara lain,
HAM juga merupakan topic pembicaraan di Indonesia. Diskusi dilakukan menjelang
dirumuskannya undang - undang Dasar 1945, 1949, 1950, pada sidang konstituante
(1956 - 1959), pada awal penegakan orde baru menjelang sidang MPRS 1968, dan
pada masa reformasi sejak 1998.
Hak asasi yang tercantum
dalam Undang - Undang Dasar 1945 tidak termuat dalam suatu piagam terpisah,
tetapi tersebar dalam beberapa pasal, terutama pasal 27 - 31, dan mencakup baik
bidang politik maupun ekonomi, sosial dan budaya, dalma jumlah terbatas dan
dirumuskan secara singkat. Hal ini tidak mengherankan karena naskah itu disusun
pada akhir masa pendudukan Jepang dan dalam suasana yang mendesak. Perlu
dicatat pula pada saat perumusan Undang - Undang Dasar 1945, Deklarasi
Universal HAM belum ada, dan dengan demikian tidak dapat dijadikan rujukan.
Dalam rancangan naskah
UUD ada banyak pendapat mengenai peran hak asasi dalam negara demokratis.
Banyak kalangan berpendapat bahwa Declaration des Droits de I’Homme et du
Citoyen (1789) berdasarkan individualism dan liberalisme, dan karena itu
bertentangan dengan asas kekeluargaan dan gotong royong. Mengenai hal ini, Ir.
Soekarno menyatakan sebagai berikut : “Jikalau kita betul - betul hendak
mendasarkan negara kita kepada paham kekeluargaan, paham tolong - menolong,
paham gotong royong, dan keadilan sosial, enyahlah tiap - tiap pikiran, tiap
paham individualisme, dan liberalisme daripadanya”.
Sekalipun jumlahnya
terbatas dan perumusannya pendek, kita boleh bangga bahwa di antara hak yang
disebutkan dalam UUD 1945 terdapat hak yang bahkan belum disebut dalam
Deklarasi Universal HAM pada tahun 1948, yaitu hak kolektif, seperti hak bangsa
untuk menentukan nasibnya sendiri. Di samping itu, antara lain juga disebut hak
ekonomi, seperti hak atas penghidupan yang layak pada pasal 27, hak sosial / budaya
seperti hak atas pengajaran pasal 31. Akan tetapi hak untuk berpolitik seperti
kemerdekaan untuk berserikat dan berkumpul, dan mengeluarkan pikiran dengan
lisan dan tulisan dan sebagainya, ditetapkan dengan undang - undang pada pasal
28. Jadi hak asasi itu dibatasi oleh undang - undang.
Ø Masa Demokrasi Terpimpin
Keadaan masa demokrasi
parlementer itu berakhir ketika Presiden Soekarno untuk kembali ke UUD 1945,
maka dengan sendirinya hak asasi manusia kembali terbatas jumlahnya. Di bawah
Soekarno, beberapa hak asasi seperti hak mengeluarkan pendapat, secara
berangsur - angsur mulai dibatasi. Beberapa surat kabar dibredel, seperti
Pedoman, Indonesia Raya, dan beberapa partai dibubarkan, seperti Masyumi dan
PSI dan pimpinannya Moh. Natsir dan Syahrir ditahan. Sementara itu, pemenuhan
hak asasi ekonomi sama sekali diabaikan, tidak ada garis yang jelas mengenai
kebijakan ekonomi. Biro Perancang Negara yang telah menyusun Rencana
Pembangunan Lima Tahun mulai tahun 1956 - 1961 dan melaksanakannya selama satu
tahun, dibubarkan. Rencanaa itu diganti dengan Rencana Delapan Tahun, yang
tidak pernah dilaksanakan. Perekonomian Indonesia mencapai titik rendah,
akhirnya pada tahun 1966 Demokrasi Terpimpin diganti dengan Demokrasi Pancasila
atau Orde Baru.
Ø Masa Demokrasi Pancasila
Pada masa orde baru
harapan besar bahwa akan dimulai suatu proses demokratisasi. Banyak kaum
cendekiawan menggelar berbagai seminar untuk mendiskusikan masa depan Indonesia
dan hak asasi. Akan tetapi euphoria demokrasi tidak berlangsung lama, karena
sesudah beberapa tahun golongan militer berangsur - angsur mengambil alih
pimpinan.
Pada awalnya diupayakan
untuk menambah jumlah hak asasi yang termuat dalam UUD melalui suatu panitia
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) yang kemudian menyusun
“Rancangan Piagam Hak - Hak Asasi Manusia dan Hak - Hak serta kewajiban Warga
Negara” untuk diperbincangkan dalam MPRS V tahun 1968. Panitia diketuai oleh
Jenderal Nasution dan sebagai bahan acuan ditentukan antara lain hasil
Konstituante yang telah selesai merumuskan hak asasi manusia secara terperinci,
tetapi dibubarkan pada tahun 1959.
Seiring berjalannya
waktu hak - hak itu mulai diabaikan salah satunya hak untuk berpolitik,
meskipun di sisi lain hak ekonomi atas kehidupan yang lebih layak terealisasikan
namun tetap saja masyarakat merasa seakan dicurangi oleh pemerintahan kala itu.
Dimulai dari pengekangan terhadap pers, kebebasan berpendapat yang dibatasi,
pembredelan pers seperti yang dialami oleh Sinar Harapan (1984) dan Majalah
Tempo, Detik, dan Editor (1994). Konflik di Aceh dihadapkan dengan kekerasan
militer melalui Daerah Operasional Militer (DOM). Banyak kasus kekerasan
terjadi, antara lain Peristiwa Tanjung
Priuk (1984), dan Peristiwa Trisakti. Hingga pada akhirnya Presiden Soeharto dijatuhkan
oleh para mahasiswa pada bulan Mei 1998, dan mulai saat itulah reformasi
dimulai.
Namun jika berbicara hak
untuk kehidupan yang layak sebagaimana terumuskan dalam Kovenan Internasional
Hak Ekonomi sebagian besar telah terpenuhi. Hak atas pangan (hak yang paling
mendasar) sebagian telah berhasil dilaksanakan melalui swasembada beras pada
tahun 1983, padahal sepuluh tahun sebelumnya Indonesia merupakan importer beras
terbesar di dunia. Pendapatan per kapita (GNP) yang pada 1967 hanya $50, pada
tahun 1990-an telah naik menjadi hampir $600. Jumlah orang miskin yang pada
1970 berjumlah 70 juta atau 60% pada 1990 turun menjadi 27 juta atau sekitar
15,1%.
Namun dibalik berkat
suksesnya pembangunan ekonomi, ditambah keberhasilan pendidikan, telah timbul
kelas menengah terdidik terutama di daerah perkotaan, dengan sejumlah besar
professional seperti insinyur, manager, dan pakar di berbagai bidang. Selain
itu dari sana telah berkembang kelompok mahasiswa dan civil society yang vokal.
Dengan demikian tuntutan untuk melaksanakan hak asasi politik secara serius,
meningkatkan usaha pemberantasan kemiskinan, dan mengatasi kesenjangan sosial,
mengeras. Juga tuntutan akan berkurangnya dominasi eksekutif, peningkatan
transparansi, akuntabilitas, dan demokratisasi sukar dibendung. Berkat tuntutan
- tuntutan itu pada akhir tahun 1993 dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
(Komnas HAM) dengan dua puluh lima anggota tokoh masyarakat yang dianggap
tinggi kredibilitasnya, yang diharapkan dapat meningkatkan penanganan pelanggaran
hak asasi manusia di Indonesia.
Ø Masa Reformasi
Memasuki era reformasi
pelaksaan hak mengutarakan pendapat sangatlah berhasil. Berbagai kalangan
mengadakan seminar - seminar di mana pemerintah bebas dikritik, begitu juga
media massa dalam talk show- nya dan berbagai LSM. Demonstrasi - demonstrasi
melanda masyarkat, di antaranya ada yang berakhir dengan kekerasan.
Pada masa - masa awal
pertama tahun reformasi inilah juga ditandai dengan beberapa konflik horizontal
di antara lain di Ambon, Poso, dan Kalimantan, dimana pelanggaran hak asasi
manusia dilakukan oleh kelompok - kelompok masyarakat sendiri. Di sisi lain
masa reformasi juga berdampak pemenuhan hak asasi ekonomi telah mengalami
kemunduran tajam. Tak hanya itu kemajuan yang telah dicapai di bidang
pertumbuhan ekonomi, pemberantasan pengangguran, pendapatan per kapita, dan
pemberantasan korupsi juga masih stagnan dan cenderung mengalami kemunduran.
DAFTAR PUSTAKA
Budiarjo, Miriam, 2008. Dasar
- Dasar Ilmu Politik. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar