Rabu, 05 September 2012

Sifat dan Tipe dalam Kepemimpinan



Pemimpin suatu kata yang sederhana diucapkan, tapi sangat sulit untuk diaplikasikannya secara langsung di realita kehidupan. Pemimpin berasal dari kata pimpin yang berarti dibimbing, dituntun (W.J.S. Poerwadarminta 1974 : 754) . Sedangkan pemimpin merupakan orang yang mempunyai kemampuan untuk melaksanakan kekuasaan yang diberikan oleh anggota atau orang yang dipimpinnya. Pemimpin dalam kamus besar Bahasa Indonesia berarti orang yang memimpin (juga diartikan kiasan seperti penuntun, penganjur, pemuka, petunjuk) (Poerwadarminta, 1974 :755). Pemimpin ini mempunyai tanggungjawab yang amat riskan dalam suatu sistem tatanan masyarakat, lembaga dan organisasi manapun. Namun banyak orang awam yang mengatakan bahwa tidak semua orang bisa menjadi pemimpin, padahal sebenarnya agama islam mengajarkan bahwa setiap manusia di muka bumi ini merupakan seorang pemimpin (kholifah) minimal memimpin diri sendiri sebagaimana disebutkan dalam Al Qur’an Surat “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat : “Sesungguhnya Aku hendak menciptakan seorang khalifah di muka bumi”, mereka berkata : “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Allah berfirman : “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak engkau ketahui”. (QS Al Baqarah 30). Dalam ayat lain Allah berfirman “Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang - orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan” (QS As Shaad 26). Secara tidak sadar diri kita memang memiliki bakat kemampuan dalam memimpin sejak lahir, tapi tidak semua orang dapat memanfaatkannya dan menggali potensi tersebut.
Pemimpin dan kepemimpinan adalah dua kata yang mempunyai makna berbeda. Jika pemimpin itu lebih cenderung pada objeknya atau orangnya yang memimpin, jika kepemimpinan merupakan kemampuan seseorang itu sendiri dalam mempengaruhi orang lain, sehingga ia bisa mengikuti kehendaknya. Dalam hal ini beberapa tokoh mendefinisikan mengenai makna dari kepemimpinan yaitu,
1.         Kepemimpinan dipandang sebagai fokus proses - proses kerja
2.         Kepemimpinan dipandang sebagai suatu akibat kepribadian
3.         Kepemimpinan dipandang sebagai seni mempengaruhi orang lain
4.         Kepemimpinan dipandang sebagai penggunaan pengaruh
5.         Kepemimpinan dipandang sebagai suatu tindakan
6.         Kepemimpinan dipandang sebagai bentuk persuasi
7.         Kepemimpinan dipandang sebagai alat pencapaian tujuan
8.         Kepemimpinan dipandang sebagai hubungan kekuasaan
9.         Kepemimpinan dipandang sebagai akibat interaksi
10.      Kepemimpinan dipandang sebagai perbedaan peran
11.      Kepemimpinan dipandang sebagai inisiasi instruktur
Seorang dapat dikatakan sebagai pemimpin jika diidentikkan dengan seseorang yang memimpin suatu organisasi atau perusahaan tertentu, tapi juga memimpin diri sendiri. Maka jika seseorang ingin memimpin suatu organisasi, lembaga, atau perusahaan minimal dia harus bisa memimpin dirinya sendiri terlebih dahulu mengingat menjalankan suatu kepemimpinan tidak semudah membalik telapak tangan. Berdasarkan asal usul munculnya kepemimpinan pada diri seseorang dapat dibedakan menjadikan tiga teori menurut Kartono K. (1983). Pertama teori genetis menyatakan bahwa pemimpin itu tidak dibuat akan tetapi dilahirkan menjadi pemimpin karena bakat - bakatnya yang luar biasa sejak lahir. Pemimpin ditakdirkan lahir menjadi pemimpin, dalam situasi dan kondisi yang bagaimanapun juga. Teori ini mendasarkan kepada pandangan deterministis atau yang telah ditentukan sejak dulu. Kedua, teori sosial dimana seorang pemimpin harus dibentuk atau disiapkan melalui pendidikan, tidak dilahirkan begitu saja. Setiap orang bisa menjadi pemimpin melalui usaha penyiapan dan pendidikan. Ketiga, teori ekologis atau sinetis, dimana seorang akan sukses menjadi pemimpin sejak dia lahir dia telah memiliki bakat kepemimpinan dan bakat ini sempat dikembangkan melalui pengalaman dan usaha pendidikan, yang juga sesuai dengan tuntunan lingkungan ekologisnya, sehingga menjadi pemimpin yang mumpuni “excelent”.
Ketika kita mengacu pada sejarah peradaban manusia telah banyak lahirnya pemimpin yang fenomenal dan amat berkarismatik, umat islam tentu mempunyai sosok baginda Nabi Muhammad Saw, Beliau tak hanya sekedar penyebar agama islam tapi juga merupakan sosok pemimpin yang begitu disegani oleh semua golongan, bahkan karena karisma dan kewibaannya Nabi Muhammad Saw masih menempati urutan pertama dengan dari 100 pemimpin fenomenal di dunia yang pernah ada. Ada juga seorang pemimpin fenomenal lainnya semacam Adolf Hitler yang terkenal dengan nazinya, John F. Kennedy seorang Presiden Amerika Serikat juga memiliki karisma sebagai pemimpin yang luar biasa, ada juga tokoh pergerakan pemuda yang mempunyai jiwa kepemimpinan yang luar biasa yaitu Che Guevarra. Bergeser ke dalam negeri Indonesia kita mempunyai Bapak Proklamator kita Ir Soekarno yang mempunyai karisma yang luar biasa melalui cara bicara dan berpikir Beliau.
Seorang pemimpin tidak melulu harus berkuasa sewenang - wenang terhadap bawahan yang dipimpinnya, pemimpin bukan mutlak harus berkuasa, karena pemimpin itu bukanlah suatu jabatan dan kekuasaan seperti yang ditafsirkan orang sekarang. Tokoh filsuf Yunani Plato menyatakan sumber kekuasaan bukan berasal dari jabatan, pangkat, dan kekayaan, tapi sumber kekayaan berasal dari ilmu pengetahuan atau filsafat (Ali Maksum 2010 : 56). Dalam agama islam pun telah diatur bagaimana seorang pemimpin itu harus bertindak , islam mengajarkan jabatan menjadi pemimpin itu merupakan sebuah musibah bagi seseorang karena dia akan mempertanggungjawabkan kepemimpinannya kelak di akhirat di hadapan Allah SWT.
Lalu bagaimana sebenarnya sifat pemimpin itu? Edwin Ghiselli (1971) mengatakan pemimpin itu harus memiliki sifat seperti : kemampuan dan kedudukan sebagai pengawas, kebutuhan akan prestasi dalam pekerjaan, kecerdasan, ketegasan, kepercayaan diri, dan inisiatif. Keith Davis (1972) mengatakan pemimpin harus memiliki sifat seperti : kecerdasan, kedewasaan dan keluasaan hubungan sosial, motivasi diri dan dorongan berprestasi, dan sikap - sikap hubungan manusiawi. John Miller (1974) juga mengungkapkan sifat pemimpin antara lain : kemampuan melihat organisasi sebagai suatu sains secara keseluruhan, kemampuan mengambil keputusan, kemampuan melimpahkan atau mendelegasikan wewenang, dan kemampuan menanamkan kesetiaan pada anggotanya. Sifat pemimpin juga bisa dibagi menjadi 2 tipe yaitu yang bersifat objektif dapat dilihat dari fisik, kecakapan, teknologi, daya, tanggap, pengetahuan, daya ingat, dan imajinasi, sedangkan sifat kedua bersifat subjektif ; keunggulan dalam keyakinan, ketekunan, daya tahan dan keberanian pernyataan itu diungkapkan oleh Chester L. Bernard (Darsono, 2008 : 13). Thomas Donouhe mantan presiden direktur dan CEO The American Trucking Associations menyebutkan bahwa pemimpin mengkombinasikan sifat di antara lain : mampu memotivasi dan memberi inspirasi, percaya diri dan antusiasme yang tinggi, kecerdasan dan pengetahuan, hadir di saat - saat penting, menghindari tampil arogan, tidak pernah ragu - ragu, jangan pernah merendahkan atau meremehkan, bersikap terbuka, dan yang terakhir efektif dalam memutuskan suatu keputusan tertentu. David Goode CEO salah satu perusahaan nasional terbesar Norfolk Southern Corporation mengatakan bahwa sifat pemimpin itu adalah menumbuhkan loyalitas dalam diri pengikutnya, membuat komitmen total bagi organisasi atau perusahaannya, bersikap adil, menunjukkan kepercayaan besar terhadap bawahannya, mengembangkan pemahaman tentang pengetahuan dan pengalaman, dan tidak pernah menjadi seorang “gadungan” (Robert Neuschel, 2008 : 77). Bahkan pemimpin terbesar di dunia ini Nabi Muhammad Saw mencontohkan 4 sifat penting pemimpin, sidiq (berbuat benar / trustworthiness), tabligh (menyampaikan dalam hal ini berkomunikasi / communication), fathonah (cerdas / intelegence), dan amanah (dipercaya / responsibility).
Ketika menjalankan sebuah kepemimpinan tak lepas dari bagaimana tipe kepemimpinan seseorang. Tipe kepemimpinan sendiri ada empat menurut Rustandi Achmad (1987). Tipe pertama yaitu tipe kepemimpinan otokrasi yaitu tipe pemimpin yang dalam menjalankan kepemimpinannya sama sekali tidak memberikan kebebesan pada orang lain untuk mengemukakan pendapat. Apa yang diputuskan oleh seorang pemimpin adalah merupakan kebijakannya. Otokrat berarti penguasa absolute. Kepemimpinan otokrat mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan yang selalu harus dipatuhi. Pemimpinnya selalu berperan sebagai “pemimpin tunggal” pada “a one man show”. Dia berambisi sekali untuk merajai bawahannya, dan tidak pernah memberikan informasi mendetail mengenai rencana dan tindakan yang harus dilakukan. Semua pujian dan kritik terhadap anak buah diberikan atas pertimbangan pemimpin sendiri. Pemimpin selalu jauh dari para anggota kelompoknya, jadi ada sikap menyesuaikan diri. Pemimpin otokratis ini senantiasa ingin berkuasa mutlak dan tunggal. Niccolo Machiavelli seorang filsuf dari Italia pernah mengemukakan bahwa seorang pemimpin negara harus berkuasa mutlak, Machiavelli mengemukakan bahwa tujuan negara adalah kekuasaan, negara itu sebagai penguasa mengupayakan kejayaan dan kemakmuran negara, sedangkan warga negara harus bersedia mengorbankan apa saja demi negara, penyelenggaraan kekuasaan negara secara despotik tanpa menawarkan alternatif lainnya. Machiavelli berpendapat menghalalkan segala cara untuk mempertahankan kekuasaan dan kepemimpinan sangatlah wajar dan tak ada larangan, hal ini pula yang membuat Bennito Mussolini seorang pemimpin diktator ala Italia memberi Machiavelli apresiasi atas pemikirannya meskipun mendapat tantangan dari banyak orang kala itu. (Ali Maksum, 2010 : 115). Contoh lain dari tipe ini yaitu Soeharto ketika memimpin negara Indonesia ini, dimana kala itu kebebasan berpendapat dan berekspresi begitu sulit karena jika rakyat mengkritik kebijakan pemerintahan kala itu, maka harus berurusan dengan hukum dan penjara. Tak hanya Soeharto saja, beberapa negara yang menggunakan sistem monarki atau kerajaan juga cenderung menggunakan tipe kepemimpinan yang ini. Negara dengan menganut sosialismenya juga bisa dikatakan menganut kategori tipe ini, ambil contoh negara Cina, ketika beberapa waktu lalu ada sebuah gerakan yang bertujuan ingin merevolusi negeri tirai bambu itu di situs jejaring sosial pemerintah Cina langsung bertindak cepat dengan menangkap dalangnya dan memutus akses internet secara total untuk mengantisipasi secara cepat gerakan revolusi tersebut.
Tipe kedua dari kepemimpinan yakni tipe pemimpin birokratis, dimana tipe kepemimpinan yang dalam menjalankan kepemimpinannya berdasarkan peraturan - peraturan dan keketatan dalam menjalankan prosedur yang berlaku. Tipe ini merupakan tipe pemimpin yang menjalankan kepemimpinannya dengan berdasarkan suatu aturan - aturan yang bersifat mengikat jalannya kepemimpinan.
Tipe kepemimpinan yang bersifat bebas atau masa bodoh (Laissez faire) merupakan tipe kepemimpinan yang ketiga dimana tipe ini merupakan seorang pemimpin dalam melaksanakan kepemimpinannya sama sekali tidak begitu peduli atau sama sekali membiarkan anak - anak buah yang dipimpinnya. Dalam hal ini pemimpin tidak memiliki sikap yang positif dalam kepemimpinannya, sehingga dapat menimbulkan kekacauan di dalam kelompok atau organisasi yang dipimpinnya.
Tipe kepemimpinan terakhir yakni tipe kepemimpinan yang demokratis, dimana tipe ini merupakan perpaduan antara tipe kepemimpinan yang otokratis dengan tipe kepemimpinan yang masa bodoh (laissez fairez). Dalam kepemimpinan ini, pemimpin memiliki garis kebijakasanaan secara mandiri, namun masih tetap menampung aau mnerima pendapat dari orang lain atau bawahannya. Kepemimpinan demokratis biasanya menghargai potensi setiap individu, mau mendengarkan nasehat dan sugesti bawahan, bersedia mengakui keahlian para spesialis dengan bidangnya masing - masing, dan mampu memanfaatkan setiap anggota selektif mungkin pada saat kondisi yang tepat. Kepemimpinan demokratis biasanya berlangsung dengan mantap dengan adanya gejala - gejala sebagai berikut : organisasi dengan segenap bagian - bagiannya berjalan dengan lancar, sekalipun pemimpin tersebut tidak ada di kantor. Otoritas sepenuhnya didelegasikan ke bawah, dan masing - masing orang menyadari tugas dan kewajibannya, sehingga mereka senang, puas, pasti aman menyandang setiap tugas dan kewajiban yang menjadi tanggungjawabnya. Pada umumnya diutamakan tujuan - tujuan kesejahteraan dan kelancaran kerjasama dari setiap warga kelompok. Dengan demikian kepemimpinan demokratis bisa berfungsi sebagai katalisatator untuk mempercepat dinamisme dan kerjasama, demi pencapaian tujuan organisasi dengan cara paling cocok dengan jiwa kelompok dan situasinya. Kepemimpinan demokratis menitikberatkan kepada masalah aktifitas setiap anggota kelompok juga para pemimpinnya yang semuanya terlihat aktif dalam perencanaan sikap, pembuatan rencana - rencana, pembuatan keputusan, disiplin kerja yang ditanamkan secara sukarela oleh kelompok - kelompok dalam suasana demokratis dan etika kerja.
Namun dari sekian itu tidak semuanya bisa dikatakan baik atau buruk, terpenting adalah menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang terjadi pada sekitar dan anak buah. Semakin pintar, tingginya pendidikan bawahan dan kritis, maka seorang pemimpin tak bisa begitu saja mengambil keputusan sesuka hatinya. Menurut Douglas McGregor ketika bawahan cenderung sulit untuk diajak diskusi dalam mengambil keputusan, sebaiknya seorang pemimpin mengedepankan tipe kepemimpinan otokratis. Tipe kepemimpinan juga mencerminkan sikap suatu pemimpin dalam mengambil sebuah keputusan (decision making) (Darsono, 2010 : 58). Pada beberapa kasus ada pemimpin yang menggunakan semua tipe kepemimpinan itu sekaligus tergantung pada situasi dan kondisinya, seperti contoh pemimpin yang menggunakan semua tipe tersebut berdasarkan situasi dan kondisinya yaitu Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy. Di Indonesia sendiri masih ada beberapa pemimpin yang memasung kebebasan berpendapat bawahannya, meski negara sendiri telah mengatur kebebasan berpendapat bagi seluruh warga negara sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 pasal 28 “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang. Namun pada intinya seorang pemimpin tidak bisa memaksakan kehendaknya dalam mengambil keputusan ketika situasi dan kondisi bawahan bertolakbelakang dengan sang pemimpin. Sang pemimpin haruslah memposisikan dirinya sebagai pengayom, motivator, dan pelindung anak buahnya.
Potensi kita sebagai pemimpin sebaiknya digali lebih dalamnya, karena setiap individu kita sendiri sebenarnya merupakan pemimpin yang nantinya akan dimintai pertanggungjawabannya. Jadi jika ingin memimpin orang lain pada suatu organisasi, lembaga, atau perusahaan lihatlah diri kita sendiri, apakah mampu memimpin dan me-manage diri sendiri terlebih dahulu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar