Minggu, 21 Oktober 2012

Partai - Partai Berbasis Agama


Dari waktu ke waktu partai berbasis agama senantiasa muncul. Mengapa demikian, setidaknya ada empat alasan utama. Pertama, secara teologis ada klaim bahwa agama adalah entitas integral dan holistic yang mengatur segala  dimensi sehingga agama dan politik bukan sesuatu yang terpisah (sekuler). Kedua, secara historis ada pendapat bahwa kaum agamawan memiliki andil yang tidak sedikit dalam membentuk, mempertahankan keberadaan dan kedaulatan Indonesia. Karena memiliki andil maka menjadi wajar apabila mereka tetap berkiprah dalam mengisi kemerdekaan. Ketiga,label agama dipandang memiliki nilai jual di hadapan pemilih dan telah memiliki pangsa pasar pemilih yang tetap. Terakhir, partai - partai sekuler dipandang tidak mampu menjadi articulator yang baik kepentingan - kepentingan kaum agamawan.

Tabel. 2.2. Partai Berbasis Agama dari Pemilu ke Pemilu





Berbasis Islam
Pemilu 1955
Masyumi, PNU, PSII, Perti, PPTI, AKUI
6

Pemilu 1971
PNU, Parmusi, PSII, Perti
4 partai
Pemilu 1971 - 1997
PPP
1 Partai
Pemilu 1999
PPP, PBB, PK, PNU, PP, PPI, Masyumi, PSII, PKU, KAMI, PUI, PAY, PIB, SUNI, PSII 1905, PMB, PID, PUMI
19 Partai
2004
PPP, PKS, PBR, PBB, PPNUI
5 Partai
Pemilu 2009
PPP, PKS, PMB, PBB, PBR, PKNU, PPNUI, PSI
8 Partai





Berbasis Agama Non- Islam
Pemilu 1955
Parkindo, Partai Katolik
2 Partai

Pemilu 1971
Parkindo, Partai Katolik
2 Partai

Pemilu 1971
-
-
Pemilu 1999
PDKB, Krisna, PKD
3 Partai
Pemilu 2004
PDS
1 Partai
Pemilu 2009
PDS, PKDI
2 Partai


Dalam sejarah kepartaian, perolehan suara partai - partai berbasis agama, yaitu gabungan antara partai berbasis islam dan Nasrani, mencapai puncaknya dalam pemilu 1955 mencapai sekitar 48%. Dalam era reformasi, sampai pada saat ini, akumulasi perolehan suara partai berbasis agama menurun drastis. Pada pemilu 1999, akumulasi perolehan suara partai politik islam hanya mencapai 17,71%, partai kaum nasrani hanya 1%. Sedangkan pemilu 2004 akumulasi partai islam hanya mencapai 21,14% dan akumulasi suara partai nasrani hanya 2,3%. Seandainya PAN (7%) dan PKB (10%) kita klasifikasikan sebagai partai agama, akumulasi perolehan suara partai agama tetap terbatas, tidak mencapai 40%. Dengan kata lain, sebagian besar partai agama hanya menjadi partai decimal, yaitu partai yang perolehan suaranya nol koma sekian.
Mengapa partai - partai agama mengalami kekalahan? Pertama, kekeliruan dalam membaca realitas sosiologis umat. Segmen pasar pemilih yang dibidik partai agama, mereka mayoritas adalah beragama secara nominal (abangan). Jadi ada islam abangan, ada Kristen abangan, dan seterusnya, dimana jumlah mereka adalah mayoritas. Mereka itu tidak begitu tertarik dengan partai dengan label agama. Kedua, terjadi pergeseran orientasi umar beragama sebagai hasil dari transformasi sosial ekonomi. Pergeseran orientasi ini dapat dibaca dari jargon “islam yes. partai islam no, Kristen yes, partai Kristen no” dan sebagainya. Ketiga, adanya akomodasi politik dari kekuatan politik diluar partai agama terhadap aspirasi kaum agamawan. Pemerintah dan partai - partai sekuler dipandang telah mengakomodasikan aspirasi dari kelompok agamawan. Keempat, oleh para politisi dari partai agama, agama sekedar dipolitisasi dan dijadikan komoditas politik tanpa niat yang tulus untuk memperjuangkan politik agama. Kelima, absennya tokoh yang cukup berbobot yang memiliki pengaruh yang luas di masyarakat. Para pemimpin umat memiliki pengaruh besar di masyarakat lebih suka membangun partai tersendiri yang sifatnya inklusif,  seperti Amien Rais dengan PAN dan Gus Dur dengan PKB. Terakhir, partai agama lebih menampakkan ekslusivitas atau dipandang memiliki kecenderungan ekslusif yang itu dianggap sebagai ancaman dari segmen pemilih lain.
Pada kancah politik Indonesia, panggung politik lebih banyak didominasi kehadiran partai politik berbasis islam dibandingkan yang lainnya. Perolehan suara partai berbasis agama non - islam tidak cukup signifikan dibandingkan partai - partai islam. Dua partai yang merepresentasikan partai berbasis agama non-islam adalah Parkindo dan Partai Katolik.
Parkindo merepresentasikan kepentingan politik umat Kristen. Parkindo berdiri pada 18 November 1945, yang pada awalnya bernama Partai Kristen Nasional (PKN) dan berubah nama menjadi Parkindo pada kongres I di Solo. Pada April 1947 Partai Kristen Indonesia (Parki) melebur ke dalam Parkindo sehingga Parkindo kemudian menjadi satu - satunya representasi politik umat Kristen. Pada pemilu 1955, perolehan suaranya pada posisi ke - 6 dengan suara 2,66 persen, dan pada pemilu 1971 perolehan suaranya mencapai 1,34 persen.
Sementara itu Partai Katolik Republik Indonesia (PRKI) merupakan representasi politik umat Katolik, berdiri 8 Desember 1945. Partai katolik berasal dari sebuah evolusi panjang keterlibatan kaum katolik dalam pergaulan politik di Indonesia. PKRI merupakan kelanjutan atau nama baru dari Persatuan Partai Katolik Indonesia (PPKI), dimana PPKI sendiri adalah metamorfosa dari Perhimpunan Politik Katolik Djawa (PPKD) yang berdiri tahun 1923 dan federasi perkumpulan politik katolik yang disebut Indische Katholike Partij (IKP). Pada pemilu 1955 PKRI berada pada posisi ke -7 dengan perolehan suara 2 persen, dan pada 1971 adalah 1 persen, sebuah jumlah yang tidak signifikan.
Berhubung kekuatan politik agama non-islam tidak cukup signifikan berikut ini pembahasan difokuskan pada partai - partai islam yang perolehan suaranya signifikan dalam mempengaruhi konstelasi politik Indonesia.

REFERENSI

Pamungkas, Sigit, 2011. Partai Politik : Teori dan Praktik di Indonesia. Yogyakarta : Institute for Democracy and Welfarism

Tidak ada komentar:

Posting Komentar