Minggu, 21 Oktober 2012

Pemikiran Politik Gus Dur


Memulai perjalanan politik dengan menjabat sebagai Ketua Umum organisasi kemasyarakatan dengan basis pengikut yang banyak yaitu Nahdatul Ulama (NU) pada tahun 1984. Ini merupakan periode pertama Gus Dur memimpin Nahdatul Ulama. Selama periode pertama di NU ini Gus Dur begitu dekat dengan pemerintahan orde baru dimana kala itu Presiden Suharto pada tahun 1985, Suharto menjadikan Gus Dur indoktrinator Pancasila. Pada tahun 1987, Abdurrahman Wahid menunjukan dukungan lebih lanjut terhadap rezim tersebut dengan mengkritik PPP dalam pemilihan umum legislatif 1987 dan memperkuat Partai Golkar Suharto. Ia kemudian menjadi anggota MPR mewakili Golkar. Meskipun ia disukai oleh rezim, Wahid mengkritik pemerintah karena proyek Waduk Kedung Ombo yang didanai oleh Bank Dunia.  Hal ini merenggangkan hubungan Wahid dengan pemerintah, namun saat itu Suharto masih mendapat dukungan politik dari NU.
Pada masa periode kedua kepemimpinannya di NU, beliau sering berseberangan dengan pemerintah. Dimulai dari penolakannya bergabung dalam ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) yang mendapat dukungan penuh dari Soeharto kala itu, yang diketuai oleh B.J. Habibie dan beranggotakan antara lain Amien Rais dan Nurcholish Madjid.
Puncaknya ketika menjelang Musyawarah Nasional 1994, di Cipasung, Tasikmalaya Gus Dur menominasikan dirinya untuk masa jabatan ketiga. Mendengar hal itu, Soeharto ingin agar Wahid tidak terpilih. Pada minggu-minggu sebelum munas, pendukung Soeharto, seperti Habibie dan Harmoko berkampanye melawan terpilihnya kembali Gus Dur. Ketika musyawarah nasional diadakan, tempat pemilihan dijaga ketat oleh ABRI dalam tindakan intimidasi. Terdapat juga usaha menyuap anggota NU untuk tidak memilihnya. Namun, Gus Dur tetap terpilih sebagai ketua NU untuk masa jabatan ketiga. Selama masa ini, Gus Dur memulai aliansi politik dengan Megawati Soekarnoputri dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Megawati yang menggunakan nama ayahnya memiliki popularitas yang besar dan berencana tetap menekan rezim Soeharto. Wahid menasehati Megawati untuk berhati-hati dan menolak dipilih sebagai Presiden untuk Sidang Umum MPR 1998. Megawati mengacuhkannya dan harus membayar mahal ketika pada Juli 1996 markas PDInya diambil alih oleh pendukung Ketua PDI yang didukung pemerintah, Soerjadi.
Namun puncak dari perjalanan politik ketika menuangkan konsep - konsep politiknya ke dalam suatu partai politik yang diidentikan dengan warga NU yaitu PKB. Tepat pada Kamis, 23 Juli 1998 merupakan hari yang sangat bersejarah bagi warga NU karena partai politik yang ditunggu - tunggu kehadirannya dideklarasikan di rumah Abdurrahman Wahid, Ketua Umum PBNU, di Ciganjur, Jakarta Selatan. Ribuan warga NU berkumpul di lapangan yang cukup luas yang jaraknya sekitar 25 meter dari rumah Gus Dur.
Dalam pidatonya Gus Dur yang merupakan satu dari lima deklarator PKB antara lain KH. Ilyas Ruchiyat, KH. Munasir Ali, KH. Mustafa Bisri, KH. Muchit Muzadi mengatakan bahwa nama Partai Kebangkitan Bangsa diambil dari cita - cita NU yaitu menginginkan kejayaan bangsa Indonesia. Disampingkan itu beliau mewanti - wanti pentingnya menghargai perbedaan dengan ras lain, suku lain, agama lain, karena semua itu merupakan orang Indonesia.
Salah satu dari Sembilan platform PKB yang masih dipegang teguh oleh Gus Dur yaitu menghargai keberagaman, dimana dalam platform disebutkan PKB terbuka dalam pengertian lintas agama, lintas suku, lintas ras, dan lintas golongan yang dimanefestasikan dalam bentuk visi, misi, program perjuangan, keanggotaan, dan kepemimpinan. Maka tak heran ketika beliau menjadi Presiden keempat Indonesia menekankan asas keberagaman, hal ini dibuktikan mengakui agama keenam konghucu sebagai agama resmi yang ada di Indonesia. Memang hal ini memicu pro dan kontra, tetapi hal itu tidak lepas dari pemikiran Gus Dur bahwa mereka juga warga Indonesia. Masih dalam pemikiran beliau, jika dilihat dari sudut ras Indonesia tidak hanya terdiri dari 2 ras saja. Karena kalau dibagi betul Indonesia terdiri dari 3 ras yaitu Ras Melayu, Austro Melanesia, serta ras Cina. Kemudia ketiganya membentuk kebangsaan kita yakni Indonesia.
Selain itu Gus Dur juga merupakan tokoh yang menggaungkan demokrasi dengan membentuk Forum Demokrasi bersama dengan para tokoh kritis dan tokoh - tokoh non muslim. Pembentukan forum ini sebagai respons terhadap munculnya ICMI yang dicurigai sebagai kelompok sectarian.
Sebagai tokoh yang getol menggaungkan demokrasi dan mendukung reformasi Gus Dur merupakan salah satu proklamator Deklarasi Ciganjur. Deklarasi Ciganjur sendiri merupakan inisiatif mahasiswa yang resah melihat kondisi negara yang tidak pasti ketika pengangkatan BJ Habibie sebagai presiden. Banyak yang mengatakan Habibie merupakan salah satu antek dari Soeharto, sehingga mereka memutuskan untuk menggandeng tokoh - tokoh nasional seperti Abdurrahman Wahid, Amien Rais, Megawati Soekarno Putri, dan Sultan Hamengkubuwono X untuk melakukan diskusi akrab sekaligus deklarasi pergerakan untuk menyelamatkan bangsa saat itu. Bertempat di rumah Gus Dur, di Ciganjur, deklarasi itu diresmikan yang isinya pada intinya antara lain menyelamatkan bangsa Indonesia dari krisis, mengembalikan kedaulatan - kedaulatan kepada rakyat, melaksanakan reformasi dan meletakkannya dalam perspektif kepentingan generasi baru, segera melaksanakan pemilu yang jujur dan adil yang dilaksanakan oleh pelaksana independen, dan menghapus dwi fungsi ABRI. Deklarasi Ciganjur ini merupakan hasil dari pemikiran beberapa tokoh nasional salah satunya yaitu Gus Dur

2 komentar: